nasional

Gugatan Rp103 Triliun, Skandal NCD Palsu Seret Tito Sulistio dan Hary Tanoe ke Meja Hukum

Kamis, 16 Oktober 2025 | 18:05 WIB
Sidang gugatan Rp103 triliun terkait NCD palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Ulasbandung.com / Net)

Kasus NCD bodong ini bisa menjadi preseden penting dalam penegakan hukum korporasi di Indonesia.

Nilai gugatan yang mencapai Rp103 triliun bukan hanya menggambarkan skala kerugian, tetapi juga menandai lemahnya sistem due diligence dalam transaksi surat berharga.

Dalam konteks hukum pasar modal, transaksi instrumen seperti NCD seharusnya melalui verifikasi multi-lapis oleh pihak bank penerbit, notaris, dan lembaga keuangan terkait.

Ketika mekanisme itu tidak berjalan, tanggung jawab hukum bisa menjalar hingga ke level direksi dan komisaris.

Praktik due diligence yang lemah sering kali menjadi pintu masuk bagi penyalahgunaan dokumen keuangan.

Baca Juga: Heboh Selisih Rp683 Triliun di Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina, DPR Tanya Kejagung: Kok Bisa dari Rp968 Triliun Jadi Rp285 Triliun?

Dalam beberapa kasus serupa, perusahaan publik di luar negeri bahkan dikenai denda miliaran dolar akibat gagal memastikan keaslian aset keuangan yang mereka gunakan sebagai jaminan.

Publik kini menanti keputusan pengadilan dan langkah lanjutan aparat penegak hukum. Jika gugatan ini berlanjut ke ranah pidana, bukan tidak mungkin akan ada penyelidikan lebih dalam terkait asal-usul dokumen NCD yang disebut palsu tersebut.

Selain itu, otoritas pasar modal dan lembaga pengawas keuangan seperti OJK dan BEI juga diharapkan ikut meninjau kembali standar integritas pejabat maupun mantan pejabat lembaga keuangan.

Bagi Jusuf Hamka, perkara ini bukan hanya soal uang, tapi soal moral bisnis dan akuntabilitas hukum.

Baca Juga: Surya Paloh Ngaku Dapat ‘Vitamin’ dari Menhan Sjafrie, Sinyal Politik Baru di Balik Silaturahmi Hangat?

“Saya menuntut bukan karena nilai triliun-triliun itu, tapi karena ini soal kebenaran,” ujarnya dalam persidangan.

Kasus ini menjadi cermin bahwa dalam dunia bisnis, legalitas dan integritas tak bisa dinegosiasikan, karena ketika kepercayaan hancur, angka triliunan pun tak cukup untuk menebusnya.***

Halaman:

Tags

Terkini