Kuasa hukum CMNP menilai, tindakan kedua tergugat merupakan bentuk perbuatan melawan hukum (PMH) karena menyerahkan dokumen keuangan yang tidak memiliki dasar legalitas dan validitas yang sah.
Jika majelis hakim mengabulkan gugatan ini, dampaknya akan mengguncang reputasi korporasi dan pasar modal nasional, mengingat Hary Tanoe merupakan salah satu figur bisnis paling berpengaruh di Indonesia dan MNC Group terdaftar di bursa sebagai perusahaan publik.
Dari perspektif hukum, kasus ini dapat dikategorikan dalam dua ranah utama: perdata dan pidana.
Dalam konteks perdata, Pasal 1365 KUH Perdata mengatur bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain wajib diganti.
Jika NCD yang diserahkan terbukti palsu atau tidak sah, maka pihak yang menyerahkan dokumen tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban perdata.
Baca Juga: Ammar Zoni Dipindah ke Nusakambangan Bersama 5 Napi Lain, Tanda Era Baru Lapas Tanpa Narkoba?
Namun, apabila dalam proses persidangan ditemukan bukti kuat bahwa dokumen tersebut dipalsukan secara sengaja, maka jalurnya bisa meluas ke ranah pidana sesuai Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan dokumen keuangan.
Menurut pakar hukum bisnis Universitas Indonesia, Dr. Wira Santosa, kasus seperti ini menjadi pengingat penting bahwa sektor pasar modal dan perbankan memerlukan transparansi dan akuntabilitas ekstra tinggi.
“NCD atau surat berharga sejenis harus memiliki legal standing yang jelas, karena menjadi instrumen keuangan yang diakui lembaga perbankan. Jika digunakan tanpa dasar hukum yang valid, itu bisa berpotensi sebagai tindak pidana korporasi,” jelasnya.
Skandal NCD bodong ini dinilai dapat menurunkan kepercayaan investor terhadap tata kelola korporasi (corporate governance) di Indonesia.
Pasalnya, kedua nama yang terseret bukan sosok sembarangan: satu pernah memimpin bursa saham Indonesia, sementara yang lain mengendalikan konglomerasi publik dengan aset besar di sektor media dan keuangan.
Baca Juga: Manuver Politik di Balik Kunjungan Parpol ke Kemenhan, Strategi Sjafrie Bangun Soliditas Kekuasaan
Menurut pengamat pasar modal Arif Budiman, kasus ini bisa menjadi sinyal bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI untuk memperketat pengawasan terhadap transaksi surat berharga dan struktur kepemilikan antar perusahaan.
“Kejadian seperti ini seharusnya jadi momentum reformasi governance. Kalau mantan Dirut BEI saja bisa terseret kasus seperti ini, publik berhak bertanya sejauh mana sistem pengawasan internal benar-benar berjalan,” ujar Arif.
Selain risiko reputasi, kasus hukum besar seperti ini juga berpotensi mengguncang sentimen pasar. Jika publik menilai kasus ini memengaruhi integritas emiten terkait, bisa muncul aksi jual di saham-saham grup yang terafiliasi.
Artikel Terkait
Duel Dua Konglomerat, Hary Tanoe Vs Jusuf Hamka, Gugatan Rp103 Triliun Cuma Drama Kedaluwarsa?
Drama Dua Konglomerat Soal Transaksi 26 Tahun Lalu, Hary Tanoe Blak-blakan Atas Gugatan Jusuf Hamka: Sudah Kedaluwarsa!
Rp200 Miliar Raib di Kasus Bansos, Kakak Hary Tanoe Dicekal KPK, Rakyat Cuma Bisa Gigit Jari
Sidang Panas Praperadilan, Bambang Rudijanto Kakak Hary Tanoe Hadapi KPK Soal Skandal Bansos Rp200 Miliar
Skandal NCD Bodong, Tito Sulistio dan Hary Tanoe Dituding Kongkalikong, Reputasi BEI dan CMNP Terancam