Sebagai tindak lanjut, Pemprov DKI berkomitmen memperkuat sistem pengawasan internal dan edukasi digital ethics bagi seluruh pegawai.
Langkah ini penting untuk membangun budaya baru ASN yang adaptif terhadap era media sosial, namun tetap menjunjung nilai kesederhanaan dan tanggung jawab publik.
“ASN bukan hanya dituntut bekerja profesional, tapi juga beretika di ruang digital,” tutur Dhany.
Kasus Febriwaldi menjadi cermin krisis etika digital di kalangan aparatur publik.
Di era keterbukaan informasi, citra seorang ASN bukan hanya dinilai dari kinerja di kantor, tetapi juga dari jejak digitalnya.
Menjadi ASN kini berarti menjadi bagian dari wajah negara, setiap unggahan, komentar, atau gaya hidup yang ditampilkan di media sosial memiliki bobot moral di mata masyarakat.
Dengan demikian, ke depan, bukan hanya penegakan hukum yang diperlukan, tetapi juga pendidikan karakter digital yang berkelanjutan bagi birokrat Indonesia.***