HUKAMANEWS – Sidang praperadilan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim memasuki babak krusial.
Tim kuasa hukum Nadiem berharap hakim tunggal I Ketut Darpawan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan status tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung dalam dugaan korupsi pengadaan Chromebook Kemendikbudristek 2020–2022.
Kuasa hukum Nadiem menilai, sejak sidang praperadilan dimulai pada 3 Oktober 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) belum mampu menjelaskan secara jelas perbuatan pidana apa yang membuat kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka menyebut penetapan itu cacat hukum secara formil dan materiil, serta tidak memenuhi unsur pidana korupsi.
“Dua alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tidak cukup kuat, dan belum ada perhitungan resmi kerugian negara. Maka status tersangka ini tidak sah,” ujar Dodi S. Abdulkadir, perwakilan tim kuasa hukum Nadiem, Jumat (10/10).
“Ibarat Tersangka Pembunuhan, Tapi Tak Ada Korban Mati”
Menurut Dodi, dasar penetapan tersangka terhadap Nadiem seperti menuduh seseorang melakukan pembunuhan tanpa adanya korban.
“Tindak pidana korupsi adalah delik materiil, artinya harus ada akibat nyata berupa kerugian negara yang pasti dan terukur. Sampai kini, hal itu tidak pernah dibuktikan,” katanya.
Ia menegaskan, lembaga resmi seperti BPK atau BPKP belum pernah menetapkan angka kerugian negara, sehingga unsur utama dalam pasal korupsi belum terpenuhi.
“Jika unsur kerugian belum ada, maka penetapan tersangka melanggar prinsip keadilan dan due process of law,” tambahnya.
Pendapat itu diperkuat oleh Pakar Hukum Pidana Chairul Huda, saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang.
Chairul menyatakan, kerugian negara harus berupa actual loss, bukan potential loss. Ia menilai penggunaan hasil ekspose internal Kejagung sebagai dasar penetapan tersangka tidak sah sebagai alat bukti.
“Kalau terus dilanjutkan tanpa dasar hukum kuat, itu bentuk kesewenang-wenangan,” tegas Chairul.