nasional

KPK Pastikan Kasus Korupsi Kuota Haji Tidak Sentuh Pejabat Kanwil Kemenag

Kamis, 2 Oktober 2025 | 07:00 WIB
Gedung Merah Putih KPK terkait kasus korupsi kuota haji (HukamaNews.com / Antara)

Kemenag saat itu membagi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 jelas mengatur bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sementara 92 persen diperuntukkan bagi jamaah haji reguler.

Skema 50:50 inilah yang dianggap DPR sebagai penyimpangan serius dan berpotensi melahirkan praktik monopoli maupun permainan kuota.

Skandal kuota haji ini menyentuh aspek sensitif bagi masyarakat Indonesia.

Ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima sering kali menjadi dambaan umat, namun biaya mahal dan antrean panjang membuat keadilan distribusi kuota menjadi isu krusial.

Baca Juga: Silfester Matutina Dijuluki 'Orang Sakti' 6 Tahun Buron dan Hukum Tak Menyentuhnya

Di banyak forum daring, netizen mengungkapkan kekecewaan. Banyak yang mempertanyakan mengapa kuota tambahan justru lebih banyak diberikan ke haji khusus, yang umumnya diperuntukkan bagi jamaah dengan biaya lebih besar.

“Ini soal keadilan sosial. Rakyat kecil harus menunggu puluhan tahun, sementara mereka yang mampu bisa lewat jalur khusus. Kalau ada praktik korupsi, ini betul-betul menyakitkan hati umat,” tulis salah satu komentar warganet di platform X.

Konteks lokal juga tidak kalah penting. Di kota-kota besar seperti Bandung, antrean keberangkatan haji reguler bisa mencapai 20 tahun.

Praktik jual beli kuota jelas akan semakin memperpanjang daftar tunggu dan merugikan calon jamaah yang sabar menanti giliran.

Baca Juga: Radiokatif Cesium 137 Bikin Geger Warga Serang, Berasal dari Kawasan Industri, Menteri Janji Tak Ada yang Ditutup-tutupi

Meski KPK menegaskan tidak ada keterlibatan pejabat Kanwil, publik tetap menuntut transparansi penuh. Pasalnya, pengelolaan kuota haji melibatkan berbagai pihak mulai dari biro perjalanan, asosiasi, hingga pejabat pusat.

Kolaborasi antara KPK, BPK, dan DPR RI diharapkan mampu membuka tabir siapa saja yang benar-benar diuntungkan dari praktik jual beli kuota.

Kejelasan ini penting agar kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan ibadah haji tidak semakin luntur.

Kasus dugaan korupsi kuota haji menjadi pengingat penting bahwa penyelenggaraan ibadah tidak boleh dicemari kepentingan bisnis atau politik.

Halaman:

Tags

Terkini