Di media sosial, banyak netizen menyuarakan keresahan bahwa kejadian ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di masa depan.
Klarifikasi Istana
Biro Pers Istana menegaskan bahwa kartu yang sempat ditarik bukanlah identitas profesional Diana sebagai jurnalis, melainkan kartu khusus untuk liputan di lingkungan Istana.
Pihak Istana juga menyatakan kejadian ini akan menjadi “pengalaman terakhir” dan berkomitmen agar hal serupa tidak terulang.
Meski begitu, pernyataan itu tidak serta-merta meredakan kritik. Organisasi jurnalis menilai tindakan pencabutan ID apapun alasannya bisa memberi sinyal pembatasan ruang kerja pers.
Tekanan Publik dan Relevansi Lokal
Kasus ini menambah daftar panjang gesekan antara jurnalis dan aparat negara. Di Bandung, sejumlah komunitas pers juga ikut menyuarakan keprihatinan.
Mereka menekankan pentingnya perlindungan kerja jurnalis di lapangan, apalagi di tengah meningkatnya kebutuhan liputan kritis untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Jika dibiarkan, publik khawatir kejadian ini bisa memengaruhi keberanian wartawan untuk bertanya.
Padahal, dalam tradisi jurnalistik, pertanyaan kritis adalah inti dari fungsi kontrol pers terhadap kekuasaan.
Kasus pencabutan ID wartawan CNN Indonesia ini seakan menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dalam menjunjung tinggi kebebasan pers.
Permintaan maaf mungkin meredakan tensi, namun desakan publik agar ada sanksi tegas menunjukkan bahwa persoalan ini menyentuh isu fundamental: hak pers untuk bekerja tanpa intimidasi.
Sujiwo Tejo menutup kritiknya dengan pesan lugas: kebebasan pers tidak boleh dipertukarkan dengan permintaan maaf semata. Yang dibutuhkan adalah akuntabilitas dan tindakan nyata.