Menteri HAM Natalius Pigai bahkan membentuk tim pengawasan khusus untuk memantau tindakan aparat di lapangan.
Selain itu, Komnas HAM juga diberi ruang penuh untuk mengumpulkan data, menerima laporan masyarakat, dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran selama aksi berlangsung.
Langkah ini disebut sebagai wujud transparansi sekaligus upaya menjaga kepercayaan publik.
Sorotan Dunia Internasional
Menariknya, gelombang unjuk rasa besar-besaran ini tak hanya jadi sorotan nasional, tapi juga diamati dunia internasional.
Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB di Jenewa turut mencatat dinamika aksi di Indonesia.
Baca Juga: Gugatan Kepada Gibran Rakabuming Raka Dimulai Pekan Depan
Namun, Yusril menegaskan Indonesia tetap konsisten sebagai negara demokrasi.
“Rakyat, termasuk mahasiswa yang berunjuk rasa secara damai, dijamin dan dilindungi hak-haknya,” ucapnya.
Respon positif pemerintah atas 17+8 Tuntutan Rakyat ini mendapat beragam komentar. Di media sosial, banyak warga yang mengapresiasi langkah Yusril yang menekankan transparansi hukum dan HAM.
Namun, sebagian lain skeptis, menuntut agar janji tersebut benar-benar diwujudkan, bukan sekadar retorika politik.
Sejumlah pengamat hukum juga menilai, komitmen pemerintah perlu diuji lewat kasus nyata, terutama terkait perlindungan demonstran dari intimidasi maupun kekerasan aparat.
Di sisi lain, stabilitas keamanan tetap penting agar aspirasi rakyat tidak dibajak oleh provokator yang memicu kerusuhan.
Di Bandung sendiri, beberapa kelompok mahasiswa menyatakan siap mengawal implementasi 17+8 tuntutan agar tidak berhenti hanya sebagai dokumen.