Kebijakan ini mendapat sorotan luas dari publik. Sebagian menilai langkah tersebut sebagai upaya tegas pemerintah untuk menata kembali BUMN yang selama ini dianggap sarat kepentingan politik.
Penghapusan tantiem bagi komisaris dan direksi BUMN menjadi poin yang paling banyak menuai perhatian.
Selama ini, tantiem dipandang sebagai fasilitas tambahan yang membuat pejabat BUMN menikmati keuntungan besar di luar gaji dan tunjangan resmi.
Baca Juga: Rp200 Miliar Raib di Kasus Bansos, Kakak Hary Tanoe Dicekal KPK, Rakyat Cuma Bisa Gigit Jari
Di media sosial, warganet juga ramai memberikan tanggapan. Banyak yang mendukung kebijakan ini dengan harapan dana perusahaan bisa dialihkan untuk program produktif.
Namun ada juga yang skeptis, menilai kebijakan ini hanya akan berlaku sesaat tanpa pengawasan yang konsisten.
Kebijakan perampingan komisaris dan penghapusan tantiem diperkirakan akan membawa dampak signifikan terhadap kultur kerja di BUMN.
Dengan struktur yang lebih ramping, perusahaan diharapkan lebih gesit dalam mengambil keputusan dan tidak terjebak dalam birokrasi berlapis.
Namun, tantangan ke depan tetap ada. Efisiensi struktur harus dibarengi dengan peningkatan kinerja. Jika tidak, kebijakan ini hanya akan menjadi simbol tanpa hasil nyata bagi perekonomian nasional.
“Pemangkasan ini harus disertai dengan reformasi menyeluruh, bukan hanya kosmetik. Kinerja BUMN harus benar-benar bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik,” tegas Rosan.
Langkah tegas Presiden Prabowo yang dijalankan oleh Danantara menjadi sinyal bahwa era BUMN sebagai lahan empuk bagi komisaris berlebih sudah berakhir.
Meski kebijakan ini menuai pro dan kontra, publik kini menaruh harapan besar bahwa reformasi BUMN bisa berjalan konsisten.
Pada akhirnya, perampingan komisaris dan penghapusan tantiem akan menjadi tolok ukur komitmen pemerintah dalam mewujudkan BUMN yang profesional, efisien, dan bebas dari kepentingan yang tidak produktif.***