Lebih lanjut, Pangi juga menyinggung adanya dugaan gerakan dari pihak luar yang ingin menyusupkan “sekjen pesanan” ke dalam struktur partai.
Ia menilai, ini bagian dari upaya kelompok eksternal untuk menggeser posisi politik PDIP, terutama yang berkaitan dengan sikap terhadap Presiden Joko Widodo dan keluarganya.
“Gerakan menyusup ini bertujuan supaya sekjen yang baru bisa bersikap lebih lunak ke Jokowi. Tapi langkah itu gagal total. Megawati terlalu berpengalaman untuk tidak menangkap pola seperti ini,” tegasnya.
Menurut dia, manuver Megawati ini sekaligus membuktikan bahwa PDIP bukan partai yang mudah dimasuki oleh agenda eksternal yang coba dibungkus lewat cara-cara halus.
Bagi Pangi, Megawati menunjukkan kepiawaiannya sebagai politisi senior yang tetap tenang di tengah tekanan dan mampu mengendalikan arah gerak partai dengan presisi tinggi.
Di sisi lain, pengunduran diri Hasto dari posisi sekjen belum tentu berarti akhir dari kiprahnya di struktur elite partai.
Sebaliknya, situasi ini bisa menjadi bagian dari permainan waktu dan strategi pemulihan citra sambil menunggu situasi hukum yang ia hadapi mereda.
Apalagi, sampai saat ini sejumlah barang milik Hasto masih berada di tangan KPK sebagai barang bukti, yang menandakan proses hukum belum benar-benar tuntas.
Meski begitu, PDIP tampaknya enggan mengambil langkah tergesa-gesa.
Dengan rangkap jabatan ini, Megawati mengirimkan sinyal kuat: partai tetap solid, dan keputusan penting hanya akan diambil oleh orang dalam yang benar-benar dipercaya.
Secara keseluruhan, langkah Megawati dinilai bukan hanya sebagai solusi darurat, tetapi justru sebagai taktik jangka panjang untuk memastikan PDIP tetap berada dalam jalur ideologis dan tak terganggu oleh intervensi luar.
Meski publik masih menunggu kepastian posisi Hasto, sinyal dari Kongres ke-6 jelas: peluang Hasto kembali masih terbuka lebar, dan Megawati belum selesai memainkan kartunya.***