nasional

Ekstradisi Buronan Korupsi e-KTP Bisa 2 Tahun, Menkum Sindir Paulus Tannos: Kalau Jentelmen, Nggak Perlu Kabur

Selasa, 5 Agustus 2025 | 08:00 WIB
Menkum harap Paulus Tannos bersikap jentelmen dan pulang sukarela hadapi kasus e-KTP sebelum ekstradisi diputus Singapura. (HukamaNews.com / Antara)

HUKAMANEWS - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Supratman Andi Agtas, mengungkapkan harapannya agar buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, bisa bersikap jentelmen dan kembali ke Indonesia tanpa paksaan hukum.

Permintaan ini disampaikan Supratman dalam wawancara khusus di kantornya pada Senin (4/8/2025), menyusul proses ekstradisi yang kini sedang berlangsung di Singapura.

Tannos, yang juga dikenal dengan nama Thian Po Tjhin, telah ditetapkan sebagai buron sejak 19 Oktober 2021 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan keterlibatan dalam megakorupsi pengadaan KTP elektronik.

Meski telah berstatus buron, Supratman menegaskan bahwa status Tannos masih sebatas terduga karena belum pernah diadili secara langsung di pengadilan Indonesia.

Baca Juga: Ekstradisi Paulus Tannos Buronan e-KTP Jalan Terus, Menkum Kasih Sinyal Kuat Sidang di Singapura Segera Tamat!

Menurutnya, kesempatan untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak bersalah seharusnya menjadi motivasi bagi Tannos untuk pulang dan membela diri.

“Kalau memang merasa tidak melakukan, ya datang dan klarifikasi. Itu baru jentelmen,” ujarnya.

Di sisi lain, Supratman mengakui bahwa bila Tannos memilih tidak kembali secara sukarela, maka pemerintah Indonesia tetap akan melanjutkan proses hukum lewat jalur ekstradisi.

Sidang terkait permohonan ekstradisi kini sudah memasuki tahap pemeriksaan pokok perkara di pengadilan negeri Singapura.

Pemerintah Indonesia sendiri diwakili oleh Attorney-General’s Chambers (AGC) Singapura dalam proses hukum ini, karena lembaga tersebut memiliki otoritas sebagai pusat penanganan permintaan ekstradisi di negara itu.

Namun, Supratman memberi catatan bahwa proses ekstradisi seperti ini tidak bisa berlangsung cepat.

Mengacu pada pengalaman sebelumnya, ia menyebut proses ekstradisi antara Indonesia dan Rusia bahkan bisa memakan waktu hingga dua tahun.

Baca Juga: Jelang HUT RI ke-80, Presiden Prabowo Ajak Petinggi Kementerian Pertahanan, TNI dan BIN Bahas Gejolak Politik Tanah Air

“Apalagi kalau setelah sidang ini Tannos mengajukan banding, maka masih ada upaya hukum lain yang bisa dia tempuh,” katanya.

Ia juga menambahkan bahwa hasil akhir dari permohonan ekstradisi nantinya tetap harus mendapatkan persetujuan presiden Singapura, yang menandakan panjangnya jalur birokrasi yang harus dilalui.

Halaman:

Tags

Terkini