Tak hanya aspek harga, KPK juga menelusuri adanya kemungkinan kebocoran data yang terjadi pada masa itu.
Kebocoran data menjadi salah satu poin krusial, karena menyangkut perlindungan informasi pribadi jutaan siswa di seluruh Indonesia.
"Apakah kemahalan ini berkaitan dengan kebocoran data yang juga terjadi saat itu? Atau apakah itu dua persoalan yang berbeda? Ini masih kami telusuri," lanjut Asep.
KPK menekankan bahwa proses penyelidikan masih berjalan, dan pihaknya belum menyimpulkan ada atau tidaknya pelanggaran hukum dalam proses pengadaan tersebut.
Baca Juga: Distributor Asal Riau Mainkan 9 Ton Beras untuk Dioplos
Namun, penyelidikan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa penggunaan teknologi dalam sektor publik harus diawasi ketat.
Penerapan digitalisasi yang tidak disertai dengan tata kelola yang akuntabel, justru bisa menjadi celah baru untuk praktik korupsi.
Apalagi dalam situasi krisis seperti pandemi, di mana banyak kebijakan diambil secara cepat dan darurat, potensi penyimpangan justru semakin besar.
KPK juga mengingatkan bahwa setiap pengadaan barang dan jasa, termasuk layanan digital seperti cloud storage, harus memenuhi prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Sementara itu, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kemendikbudristek terkait penyelidikan ini.
Namun publik tentu berharap agar penyelidikan ini bisa membuka fakta-fakta yang selama ini tertutup, sekaligus memastikan bahwa dana pendidikan digunakan sebaik mungkin.
Kasus ini juga bisa menjadi pelajaran penting bagi kementerian dan lembaga lain agar lebih berhati-hati dalam mengadopsi layanan digital, terutama yang bersifat strategis seperti penyimpanan data.
Dengan biaya yang tak sedikit dan menyangkut kepentingan publik luas, pengadaan semacam ini harus dilakukan dengan perhitungan yang matang dan pengawasan berlapis.
Langkah KPK ini pun patut diapresiasi sebagai upaya menjaga integritas pengelolaan anggaran negara di tengah arus digitalisasi yang terus berkembang.***