nasional

Bongkar Kasus CPO Rp11 Triliun, Kejagung Sita Uang Wilmar Group, Putusan Hakim Justru Jadi Tanda Tanya Publik

Selasa, 17 Juni 2025 | 16:30 WIB
Kejagung sita Rp11 triliun dari Wilmar Group dalam kasus ekspor CPO ilega (HukamaNews.com / Kejagung)

HUKAMANEWS - Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menyita perhatian publik lewat gebrakan terbarunya dalam membongkar skandal besar sektor perkebunan sawit.

Kali ini, uang senilai lebih dari Rp11 triliun disita dari korporasi raksasa PT Wilmar Group.

Penyitaan ini bukan sekadar nominal besar, tapi juga menguak praktik dugaan korupsi yang melibatkan fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya sejak tahun 2022.

Langkah ini menjadi sorotan karena menyangkut salah satu grup bisnis terbesar di Indonesia.

Tak hanya itu, kasus ini juga menunjukkan bagaimana korporasi bisa lepas dari jeratan pidana, namun tetap meninggalkan kerugian triliunan bagi negara.

Baca Juga: Tumpukan Rp2 Triliun Dipajang Kejagung! Uang Korupsi Wilmar Disusun Mirip Candi, Ada Dugaan Suap Hakim Rp60 Miliar!

Publik pun bertanya-tanya: apakah keadilan bisa ditegakkan hingga tuntas?

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, menyampaikan bahwa dana Rp11,8 triliun tersebut berasal dari lima entitas di bawah bendera PT Wilmar Group.

Kelima perusahaan itu adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Meski sebelumnya majelis hakim memutuskan para korporasi tersebut lepas dari segala tuntutan hukum, Kejagung tetap bersikukuh melanjutkan proses hukum dengan mengajukan kasasi.

Penyitaan uang ini dilakukan dalam rangka melengkapi berkas tambahan kasasi yang kini tengah diperiksa Mahkamah Agung.

Baca Juga: Presiden Prabowo Resmi Tetapkan 4 Pulau Sengketa Jadi Milik Aceh: Keputusan Berdasar Data Valid, Bukan Politik

Menurut Sutikno, kerugian yang ditimbulkan akibat kasus ini mencakup tiga aspek sekaligus: kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), dan kerugian perekonomian nasional.

Semua itu ditaksir mencapai total Rp11,88 triliun.

Nilai tersebut diperoleh berdasarkan audit resmi dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), serta kajian dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM).

Halaman:

Tags

Terkini