HUKAMANEWS - Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menyita perhatian publik lewat gebrakan terbarunya dalam membongkar skandal besar sektor perkebunan sawit.
Kali ini, uang senilai lebih dari Rp11 triliun disita dari korporasi raksasa PT Wilmar Group.
Penyitaan ini bukan sekadar nominal besar, tapi juga menguak praktik dugaan korupsi yang melibatkan fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya sejak tahun 2022.
Langkah ini menjadi sorotan karena menyangkut salah satu grup bisnis terbesar di Indonesia.
Tak hanya itu, kasus ini juga menunjukkan bagaimana korporasi bisa lepas dari jeratan pidana, namun tetap meninggalkan kerugian triliunan bagi negara.
Publik pun bertanya-tanya: apakah keadilan bisa ditegakkan hingga tuntas?
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, menyampaikan bahwa dana Rp11,8 triliun tersebut berasal dari lima entitas di bawah bendera PT Wilmar Group.
Kelima perusahaan itu adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Meski sebelumnya majelis hakim memutuskan para korporasi tersebut lepas dari segala tuntutan hukum, Kejagung tetap bersikukuh melanjutkan proses hukum dengan mengajukan kasasi.
Penyitaan uang ini dilakukan dalam rangka melengkapi berkas tambahan kasasi yang kini tengah diperiksa Mahkamah Agung.
Menurut Sutikno, kerugian yang ditimbulkan akibat kasus ini mencakup tiga aspek sekaligus: kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), dan kerugian perekonomian nasional.
Semua itu ditaksir mencapai total Rp11,88 triliun.
Nilai tersebut diperoleh berdasarkan audit resmi dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), serta kajian dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM).