Lalu pada tahun 2012 hingga Agustus 2017, Kemendagri melaporkan daftar pulau bernama ke PBB, termasuk empat pulau tadi sebagai bagian dari Sumatera Utara.
Namun, Gubernur Aceh saat itu sempat mengajukan klarifikasi melalui surat pada 15 November 2017, yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Aceh Singkil.
Dalam surat tersebut, Pemprov Aceh merujuk pada peta topografi TNI AD tahun 1978 sebagai bukti pendukung.
Mereka juga meminta agar Kementerian Dalam Negeri menegaskan kepada Pemprov Sumut untuk tidak memasukkan keempat pulau itu ke dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Sumatera Utara.
Menanggapi hal itu, pada 30 November 2017 dilakukan analisis spasial menggunakan perangkat ArcGIS untuk mencocokkan koordinat wilayah tersebut secara akurat.
Poyuono menegaskan bahwa seluruh proses pemindahan ini telah sesuai dengan prosedur hukum dan administratif yang berlaku.
"Kalau semua sudah melalui proses panjang dan melibatkan banyak pihak, kenapa sekarang justru Mendagri Tito Karnavian yang disalahkan?" ujarnya.
Ia mengajak publik untuk melihat persoalan ini secara jernih dan tidak menuding secara sepihak tanpa memahami kronologinya.
Menurutnya, narasi yang berkembang di media sosial maupun politikus yang menggiring opini keliru justru memperkeruh suasana.
Pemindahan administrasi wilayah bukan perkara emosional, melainkan teknis yang harus didasarkan pada data dan verifikasi resmi.
Dalam konteks ini, tuduhan sepihak terhadap Tito Karnavian justru menyesatkan dan mengabaikan proses panjang yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade.***