Dalam kesempatan yang sama, ia menyatakan siap mendukung penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung jika sewaktu-waktu diminta memberikan keterangan.
Sementara itu, Kejaksaan Agung, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), masih terus mendalami dugaan korupsi yang terjadi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyebut bahwa ada indikasi pemufakatan jahat dalam proses pengadaan yang diarahkan secara khusus untuk menggunakan perangkat dengan sistem operasi Chrome OS.
Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu titik fokus penyidikan, karena diduga ada intervensi terhadap kajian teknis demi memenangkan produk tertentu.
Kasus ini pun memantik banyak pertanyaan soal transparansi, pemilihan vendor, hingga pengawasan anggaran dalam program digitalisasi pendidikan nasional.
Meski belum ada tersangka yang ditetapkan secara resmi, sorotan publik sudah sangat kuat terhadap seluruh proses pengadaan.
Di sisi lain, publik juga menanti apakah proyek serupa masih bisa dijalankan di masa mendatang, terutama untuk mendukung sekolah di daerah-daerah yang belum sepenuhnya tersentuh teknologi.
Dengan besarnya skala program ini, penting untuk memastikan bahwa prosesnya tidak hanya akuntabel, tapi juga membawa dampak nyata bagi kualitas pendidikan di Indonesia.
Baca Juga: Raja Ampat Diselamatkan! Presiden Resmi Cabut 4 Izin Tambang yang Diduga Rusak Kawasan Geopark
Sementara proses hukum masih berjalan, penjelasan Nadiem menjadi salah satu titik terang yang menunjukkan bahwa setidaknya dari sisi implementasi, program Chromebook bukanlah proyek yang mangkrak.
Namun demikian, transparansi dan akuntabilitas tetap harus menjadi prinsip utama dalam setiap upaya digitalisasi pendidikan di Tanah Air.***