Diduga, kegiatan operasional penambangan tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang seharusnya diberlakukan.
Selain itu, banyak pekerja yang diketahui tidak menggunakan alat pelindung diri sesuai ketentuan.
“Pertambangan Al Azhariyah sedang melakukan kegiatan muat material limestone. Ada tujuh mobil truk yang sedang memuat, dan tiga eksavator PC 200 yang tertimbun material,” ungkap Hendra.
Diketahui, izin usaha pertambangan yang dimiliki PT Al Azhariyah masih berlaku hingga 5 November 2025.
Izin tersebut tercatat dalam IUP OP nomor SK: 540/64/29.107/DPMPTSP/2020 dan mencakup area seluas 9,16 hektare.
Baca Juga: COVID-19 Naik Lagi di Asia! Kemenkes Terbitkan Edaran Baru, Indonesia Harus Siaga?
Meski memiliki izin resmi, dugaan kelalaian dalam penerapan SOP menjadi sorotan utama dalam proses investigasi.
Pihak kepolisian juga telah memeriksa enam saksi yang berada di sekitar lokasi kejadian.
Proses hukum masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan adanya tambahan saksi atau tersangka jika ditemukan unsur pelanggaran hukum.
Koordinasi pun dilakukan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna mendapatkan pendampingan teknis terkait proses investigasi pertambangan.
Tak hanya fokus pada evakuasi dan penyelidikan, tim juga melakukan proses identifikasi jenazah melalui prosedur Disaster Victim Identification (DVI).
Menurut Kombes Hendra, identifikasi jenazah dibagi menjadi lima fase, dimulai dari tahap penanganan di lokasi kejadian (The Scene), dilanjutkan dengan pemeriksaan jenazah secara forensik (Post Mortem), hingga pengumpulan data korban yang hilang sebelum meninggal (Ante Mortem).
Data dari ketiga fase itu kemudian dicocokkan pada tahap Rekonsiliasi, dan diakhiri dengan fase Debriefing untuk evaluasi akhir.
Jenazah yang telah teridentifikasi segera diserahkan kepada keluarga, sementara korban luka yang sempat dirawat di RS Sumber Hurip dan Puskesmas Dukupuntang kini telah menjalani rawat jalan.