HUKAMANEWS - Dulu dikenal sebagai raksasa industri tekstil Indonesia, kini PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menyandang status pailit dengan utang menggunung dan nasib tragis sang mantan direktur utama yang berujung ke meja hukum.
Perusahaan yang pernah berjaya selama lebih dari lima dekade ini tengah menghadapi ujian paling berat dalam sejarahnya.
Sritex tak hanya jatuh secara bisnis, tapi juga terseret dalam pusaran hukum yang melibatkan kredit bank senilai triliunan rupiah.
Penangkapan mantan Direktur Utama Sritex yang kini menjabat Komisaris Utama, Iwan Setiawan Lukminto, oleh Kejaksaan Agung menandai babak baru dalam krisis panjang perusahaan tersebut.
Penyidikan yang dilakukan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam proses pemberian kredit dari sejumlah bank pemerintah daerah kepada Sritex.
Nilai total kredit yang belum dilunasi per Oktober 2024 mencapai Rp 3,58 triliun.
Padahal, Sritex sebelumnya dikenal luas sebagai emiten andalan di sektor tekstil dengan ekspor yang menembus pasar global.
Namun sejak Mei 2022, saham Sritex telah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia karena masalah keuangan yang tak kunjung membaik.
Suspensi perdagangan ini berlangsung hingga lebih dari dua tahun, melebihi batas waktu yang ditetapkan otoritas bursa untuk memulai proses delisting.
Masalah utama yang mendera Sritex adalah tumpukan utang yang membuat neraca keuangannya kolaps.
Per September 2024, total liabilitas perusahaan mencapai US\$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 26,41 triliun jika dikonversikan dengan kurs saat ini.
Sementara itu, Sritex mencatat defisiensi modal sebesar US\$ 1,02 miliar, mencerminkan bahwa nilai aset perusahaan jauh lebih kecil dibanding kewajibannya.
Dengan kata lain, Sritex mengalami ekuitas negatif, kondisi yang mengindikasikan kebangkrutan struktural.