Untuk meminimalkan kejadian serupa, BP Haji menggandeng Kementerian Agama dan Direktorat Jenderal Imigrasi dalam memperkuat pengawasan dan edukasi publik.
Upaya ini termasuk kewajiban bagi penyelenggara umrah untuk melaporkan secara rinci keberangkatan dan kepulangan jemaahnya.
Irfan mengakui masih ada pekerjaan rumah besar dalam sistem administrasi keberangkatan ibadah haji dan umrah.
Hal ini diperkuat dengan temuan adanya selisih sekitar 400 ribu jemaah antara data keberangkatan dari Indonesia dan data yang tercatat di imigrasi Arab Saudi.
Baca Juga: Diam-Diam Kejagung Periksa Nicke Widyawati, Benarkah Ada Jejak Besar di Kasus Minyak Mentah?
Selisih ini mengindikasikan adanya keberangkatan jemaah di luar jalur resmi yang diawasi pemerintah.
Banyak di antaranya diduga menggunakan visa kunjungan yang secara hukum tidak diperbolehkan untuk ibadah haji.
Ke depan, BP Haji berencana memperketat regulasi dan menindak tegas pihak yang terlibat dalam praktik ini.
Pemerintah Arab Saudi juga tidak tinggal diam.
Bagi jemaah yang ketahuan menunaikan haji tanpa visa resmi, denda sebesar 20.000 Riyal Arab Saudi atau sekitar Rp87,6 juta bisa dikenakan.
Sanksi tersebut bahkan bisa naik hingga 100.000 Riyal atau sekitar Rp438 juta apabila ada pihak yang mengajukan visa kunjungan namun menyalahgunakannya untuk berhaji.
Menteri Agama Nasaruddin Umar turut mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan tawaran haji cepat yang tak sesuai prosedur.
Ia menekankan bahwa sistem perhajian Arab Saudi kini semakin ketat, dan siapa pun yang mencoba mencari celah akan langsung dikenai sanksi.
Baca Juga: Gaji ke-13 PNS Cair Juni 2025, Ini Jadwal, Rincian Besarannya dan Siapa Saja yang Dapat
Di tengah antusiasme masyarakat untuk beribadah ke Tanah Suci, kesadaran akan pentingnya mengikuti aturan menjadi sangat krusial.