Pasal 76 Ayat (1) huruf i menyebutkan secara eksplisit bahwa kepala daerah maupun wakil kepala daerah dilarang bepergian ke luar negeri tanpa izin dari menteri.
Dalam konteks ini, ketidakhadiran izin jelas bukan hal sepele.
Apalagi, jabatan publik menuntut transparansi dan komitmen penuh terhadap aturan yang berlaku.
Bima menekankan, aturan ini bukan untuk membatasi kebebasan pribadi, tetapi untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan dengan tertib dan terkontrol.
Baca Juga: Rupiah Melemah Lagi, Kurs Dolar Tembus Rp16.745 Hari Ini, Apa Dampaknya bagi Ekonomi dan Masyarakat?
Kejadian ini seharusnya jadi refleksi bagi seluruh pejabat daerah, terutama dalam menyikapi hak-hak pribadi yang perlu ditimbang dengan kepentingan publik.
Liburan, meski merupakan hak dasar setiap individu, tetap harus dijalankan sesuai koridor hukum jika dilakukan oleh pejabat negara.
Transparansi dan kepatuhan menjadi kunci menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Terlebih dalam era digital saat ini, di mana informasi bisa tersebar luas dalam hitungan detik.
Satu langkah yang dianggap “kecil” bisa berdampak besar pada reputasi dan kepercayaan masyarakat.
Permintaan maaf Lucky Hakim mungkin bisa meredakan gejolak sementara, tapi peristiwa ini akan tetap menjadi catatan penting dalam evaluasi publik terhadap kepemimpinan lokal.***