Keterbatasan Finansial dan Keberlanjutan Ekosistem
Selain faktor keaktifan, Tirza menekankan bahwa kemampuan finansial perusahaan juga menjadi pertimbangan utama dalam distribusi BHR.
Ia menyebutkan bahwa Grab berkomitmen untuk menciptakan ekosistem kerja yang adil dan berkelanjutan bagi mitra pengemudi.
“Sebagai platform, Grab menjadi pilihan bagi banyak orang yang mencari fleksibilitas dalam bekerja, termasuk mereka yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Saat ini, lebih dari 50% mitra pengemudi Grab tidak memiliki pekerjaan tetap. Dengan menyediakan peluang kemitraan, kami berharap mitra tetap memiliki sumber pendapatan alternatif di tengah tantangan ekonomi,” kata Tirza.
Reaksi dan Tanggapan Pengemudi
Keputusan Grab yang tidak memberikan BHR kepada seluruh mitra menuai beragam reaksi.
Beberapa pengemudi merasa kecewa karena menganggap BHR sebagai bentuk dukungan yang seharusnya diberikan kepada semua mitra tanpa terkecuali.
Namun, ada juga yang memahami kebijakan ini sebagai bagian dari sistem reward berbasis performa.
Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa pihaknya akan menelusuri lebih lanjut kebijakan BHR yang diterapkan oleh perusahaan aplikasi transportasi, termasuk Grab.
Menurutnya, meskipun mitra ojol bukan pekerja tetap, ada aspek perlindungan yang perlu diperhatikan dalam hubungan kemitraan ini.
Baca Juga: THR Grab 2025 Resmi Diumumkan! Ini Kriteria Driver yang Berhak Dapat Bonus
“Keberlanjutan ekosistem kerja digital harus tetap memperhatikan kesejahteraan mitra pengemudi, sehingga kebijakan seperti BHR ini harus transparan dan adil,” ujarnya dalam pernyataan terpisah.
BHR dari Grab memang bukan hak wajib, melainkan bentuk apresiasi atas performa mitra pengemudi.
Meski demikian, perbedaan jumlah dan ketentuan penerimaan BHR masih menjadi perdebatan di kalangan pengemudi dan pemangku kepentingan lainnya.