Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa proses aksesi ini membutuhkan penyelarasan regulasi nasional dengan 239 instrumen hukum yang berlaku di OECD.
Salah satu syarat utama yang harus dipenuhi adalah penyusunan inisial memorandum yang mencakup 32 bab regulasi.
Pemerintah menargetkan penyelesaian inisial memorandum ini pada Maret 2025 sebelum dibahas dalam pertemuan Dewan Menteri OECD pada Juni 2025.
Airlangga menambahkan bahwa akan ada pertemuan khusus tingkat menteri terkait antikorupsi pada Maret 2025, yang diharapkan dihadiri oleh Menko Hukum dan Ketua KPK sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam upaya aksesi ini.
Baca Juga: 'Raja Kecil' di Birokrasi yang Disinggung Prabowo: Fenomena Nyata yang Harus Dibasmi
Omnibus Law: Jurus Andalan Indonesia?
Dalam menghadapi tantangan regulasi ini, Indonesia berencana menerapkan pendekatan Omnibus Law seperti yang telah dilakukan dalam reformasi perizinan usaha sebelumnya.
Metode ini dinilai lebih efektif dalam mempercepat harmonisasi regulasi dan mengurangi hambatan birokrasi yang berbelit-belit.
Namun, strategi ini juga mengundang pro dan kontra. Beberapa pihak menilai bahwa Omnibus Law dapat menjadi solusi cepat, tetapi di sisi lain ada kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap transparansi hukum dan perlindungan hak-hak publik.
Keseriusan Indonesia di Mata Dunia
Aksesi ke OECD dan ratifikasi konvensi anti-suap menjadi langkah penting bagi Indonesia dalam menunjukkan keseriusan dalam pemberantasan korupsi.
Baca Juga: Realme P3 Pro Hadir dengan Desain Glow-in-the-Dark, Inovasi Futuristik yang Wajib Dimiliki!
Di tengah persaingan global, Indonesia harus memastikan bahwa sistem hukumnya selaras dengan standar internasional agar tidak tertinggal dalam upaya menjaga integritas dan kredibilitas di mata dunia.
Dengan semakin meningkatnya tuntutan transparansi dan akuntabilitas, reformasi hukum tidak bisa lagi ditunda.
Jika Indonesia ingin mencapai visi Indonesia Emas 2045, langkah pertama yang harus diambil adalah memastikan bahwa hukum yang berlaku mampu mengakomodasi kebutuhan zaman serta menutup celah bagi praktik korupsi lintas batas.***