Salah satu bukti utama, yaitu dugaan kerugian negara, tidak memiliki dasar audit yang jelas dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
3. Keterlambatan SPDP
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru diterima Lembong pada 29 Oktober 2024, atau hampir satu bulan setelah Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) diterbitkan.
Hal ini melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, yang mensyaratkan SPDP diterima paling lambat tujuh hari setelah penerbitan Sprindik.
4. Tebang Pilih dalam Penegakan Hukum
Kasus ini berhubungan dengan dugaan korupsi dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan selama periode 2015–2023.
Namun, Ari mempertanyakan mengapa hanya Lembong yang dijadikan tersangka, sementara menteri perdagangan lain yang menjabat dalam periode tersebut tidak diperiksa.
Selain itu, Ari mempersoalkan dasar penahanan terhadap kliennya.
Pihak Kejaksaan Agung berdalih bahwa penahanan dilakukan untuk mencegah risiko pelarian, penghilangan barang bukti, atau pengulangan tindak pidana.
Namun, Ari menegaskan bahwa dalil tersebut tidak terbukti kuat dalam persidangan.
Hakim Tumpanuli Marbun membuka sidang dengan pernyataan tegas, "Sidang lanjutan perkara praperadilan nomor 113/Pid.Pra/2024 dibuka dan terbuka untuk umum."
Putusan sidang ini diharapkan memberikan kejelasan atas kontroversi yang menyelimuti kasus ini.
Apakah gugatan Lembong akan dikabulkan, ataukah Kejaksaan Agung berhasil mempertahankan argumentasinya?