Dinamika DPR dan Kepastian Hukum
Keputusan Baleg DPR RI yang menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU Pilkada, termasuk soal batas usia minimum calon kepala daerah, menjadi salah satu contoh nyata bagaimana hukum dan politik bisa saling berbenturan.
Pada Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi menegaskan kembali bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi pada saat penetapan pasangan calon, bukan saat pelantikan.
Hal ini bertentangan dengan putusan MA yang justru digunakan oleh DPR dalam pembahasan RUU Pilkada.
Baca Juga: YouTube Perluas Kemitraan dengan Shopify untuk Dukung Layanan Belanja Online
Pertanyaan besar yang muncul adalah: Apakah keputusan ini benar-benar mencerminkan prinsip kepastian hukum yang seharusnya dipegang teguh dalam proses demokrasi?
Atau justru menjadi bukti nyata bahwa kepentingan politik tertentu bisa mengalahkan aturan hukum yang sudah ada?
Penutup: Menuju Pilkada 2024 yang Penuh Intrik
Dengan berbagai dinamika yang terjadi di DPR RI terkait RUU Pilkada, kita bisa melihat bagaimana kepentingan politik bisa begitu kuat mempengaruhi keputusan-keputusan penting dalam proses demokrasi.
Kasus Kaesang Pangarep hanyalah salah satu contoh bagaimana elite politik bisa memanfaatkan celah hukum untuk mencapai tujuan mereka.
Publik kini hanya bisa berharap bahwa proses Pilkada 2024 nanti akan berjalan dengan jujur dan adil, meskipun bayang-bayang kepentingan politik selalu mengintai di balik setiap keputusan yang diambil.
Pada akhirnya, semua mata akan tertuju pada hasil akhir dari proses ini, yang akan menentukan arah masa depan politik Indonesia.***