nasional

Begini Respons Eddy Hiariej saat Bambang Widjojanto Lakukan Walk Out karena Kehadirannya Sebagai Saksi Ahli di Sidang MK

Kamis, 4 April 2024 | 16:11 WIB
Prof Eddy Hiariej saat menjadi saksi ahli dalam sidang PHPU PIlpres 2024, yang diwarnai aksi walkout Bambang Widjojanto..

Deponer atau deponir merupakan diskresi Jaksa Agung untuk mengenyampingkan suatu perkara untuk kepentingan umum.

Baca Juga: Daftar Harga BBM Pertamina Terbaru per 1 April 2024 di Jakarta dan Seluruh Wilayah Indonesia 

Tidak hanya itu, Eddy juga menyampaikan jika pernyataan Bambang terkait KPK yang akan menerbitkan surat penyidikan baru, tidak lengkap. 

“Pada saat itu Ali Fikri, Juru Bicara KPK, mengatakan akan menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) umum dengan melihat perkembangan kasus,” kata dia. 

Setelah drama walk out ini, Prof Eddy Hiariej menyampaikan pandangannya terkait pencalonan capres-cawapres nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. 

 Baca Juga: Monyet Ekor Panjang, Antara Kehilangan Habitat dan Reaksi Agresif kepada Manusia

Menurut Eddy, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD seharusnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika merasa keberatan dengan keputusan KPU terkait penetapan pasangan calon (paslon) Prabowo-Gibran. 

"Seyogyanya ketika KPU mengeluarkan keputusan terkait pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka maka pasangan capres-cawapres yang berkeberatan terhadap keabsahan tersebut harusnya mengajukan gugatan ke PTUN," ujarnya. 

"Ketika ini tidak dilakukan, berarti pasangan 01 maupun 03 telah melakukan apa yang kita sebut dengan istilah melepaskan haknya," kata Eddy.

 Baca Juga: Pramuka Bukan Cuma Urusan Tali Temali dan Mencari Jejak

Menurut Eddy, paslon 01 dan 03 secara diam-diam sudah mengakui keabsahan paslon Prabowo-Gibran. Sebab, tidak ada pengajuan keberatan selama masa kampanye berlangsung. 

"Yang kedua, secara de facto pada masa kampanye saat debat calon presiden dan wakil presiden, hal ini tidak pernah dipersoalkan artinya ada pengakuan secara diam-diam," kata Eddy. 

Sementara itu, mengenai putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden dan wakil presiden, Eddy menilai hal tersebut harusnya tidak dipersoalkan ke KPU, tetapi ke MK.

 Baca Juga: Mudik Tenang, Kucing Bahagia! 9 Tips Santuy Merawat Anabul Saat Ditiggal Pulang Kampung di Hari Lebaran Idul Fitri 2024

"Putusan MK dalam perkara a quo yang saat itu juga berlaku mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang, di sini tentunya berlaku asas preferensi umum yang itu kita dapat pada semester 1 di fakultas hukum di mana pun di dunia ini yaitu lex superior de logat legi inferior, bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi," tuturnya.  

Halaman:

Tags

Terkini