Dari perspektif ekonomi nasional, korupsi perizinan menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan melemahkan daya saing Indonesia di mata pasar global.
Pakar kebijakan publik menyebut bahwa reformasi perizinan digital dan transparansi berbasis sistem pelacakan terbuka dapat menjadi solusi pengawasan.
Sementara sebagian opini publik mendesak agar kasus ini tidak berhenti pada level eksekutor, melainkan menelusuri aliran dana dan jejaring yang lebih luas.
KPK Tegaskan Pengusutan Belum Selesai
Ultimatum kepada dua saksi yang mangkir menunjukkan bahwa penyidikan masih bergerak dan belum mencapai titik final.
KPK menegaskan penyidik masih mengembangkan dugaan keterlibatan pihak lain, baik swasta maupun pejabat pemerintah.
Publik berharap KPK mampu menghadirkan transparansi dan memberi kepastian bahwa mafia perizinan tidak menjadi “biaya baku” dalam urusan tenaga kerja asing di Indonesia.
Kasus pemerasan RPTKA menjadi ujian serius bagi penegakan hukum dan tata kelola perizinan di Tanah Air.
Harapan publik sederhana: penegakan hukum tidak berhenti di permukaan.
Jika penyelesaian kasus ini komprehensif, sektor usaha bisa merasakan iklim investasi yang lebih bersih, efisien, dan berkeadilan.***
Artikel Terkait
Tiga Bos Perusahaan Dipanggil KPK, Benarkah Kasus Mempawah Jaringannya Lebih Luas dari Dugaan?
Surat Panggilan Sudah Sepekan, Ridwan Kamil Siap Diperiksa KPK soal Iklan BJB Pekan Ini
KPK Tahan Dua Tersangka Baru Korupsi Proyek Kereta Api Medan, Uang Suap Capai Rp12 Miliar
KPK Siapkan Kajian Khusus soal RUU Penyadapan, Publik Khawatir Efektivitas Pemberantasan Korupsi Turun
KPK Bongkar Bukti Baru, Aset Mewah Ridwan Kamil Diduga Tak Dibeli Pakai Uang Pribadi, Penyidikan Bank BJB Memanas