HUKAMANEWS - Upaya pemulihan listrik di Aceh terus dikebut PLN meski banjir besar melumpuhkan jaringan kelistrikan dan membuat ribuan warga gelap gulita selama beberapa hari.
Kolaborasi PLN dan TNI menjadi penentu kecepatan pemulihan listrik di Aceh, terutama untuk menjangkau titik-titik terdampak yang sulit diakses kendaraan biasa.
Dukungan truk dan helikopter TNI membuat distribusi material infrastruktur kelistrikan menjadi lebih efisien, sehingga proses pembangunan kembali menara listrik tegangan tinggi dapat dilakukan hanya dalam hitungan hari.
PLN mengerahkan petugas yang bekerja 24 jam tanpa henti demi memulihkan kehidupan masyarakat Aceh pasca-banjir yang menghantam sejumlah wilayah, termasuk jalur transmisi penting Arun–Bireuen.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa percepatan ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan TNI yang mengerahkan armada darat dan udara untuk mengangkut material, mengingat beberapa akses jalan masih tertutup dan terputus.
“Didukung truk TNI di jalur darat yang sudah tersambung, sejak Minggu (30/11) sampai Senin (1/12) kami bergerak mengirim material tower tegangan tinggi dari Banda Aceh ke Bireuen. Begitu material tower tiba di Bireuen, heli TNI langsung menerbangkannya ke titik-titik pembangunan tower,” ujar Darmawan.
Menurut catatan PLN, 80% material infrastruktur kelistrikan kini sudah tiba di lokasi pembangunan.
Tim di lapangan langsung membangun fondasi dan merakit tower sesaat setelah material pertama mendarat.
Darmawan menegaskan bahwa pemulihan kelistrikan yang semula diperkirakan memakan waktu 5–6 hari berhasil dipangkas menjadi hanya 2–3 hari.
Banjir besar di Aceh berulang kali menunjukkan tantangan geografis wilayah dengan kontur sungai besar dan daerah rendah.
Akses logistik kerap terputus, membuat pemulihan infrastruktur publik, termasuk listrik, menjadi pekerjaan penuh risiko dan biaya besar.
Kolaborasi lintas lembaga seperti PLN dan TNI menjadi model resiliensi energi nasional, karena memperlihatkan pemerataan prioritas layanan publik hingga daerah yang terdampak parah sekalipun.
Beberapa pengamat menilai bahwa kolaborasi pemerintah dan TNI dalam penanganan pasca-bencana patut dipertahankan sebagai standar operasi tetap, terutama di wilayah rawan banjir dan tanah longsor, mulai dari Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat bagian selatan, hingga Sulawesi Tengah.
Artikel Terkait
Mahfud MD Soroti Rentetan Bencana di Sumatera: Dugaan Izin Tambang Bermasalah & Pentingnya Anti-SLAPP
Terbongkar! Modus Illegal Logging yang Disembunyikan Bertahun-Tahun, Diduga Jadi Biang Banjir Bandang Sumatera
Sumatera Jadi 'Korban Baru' Industri Tambang? 1.900 Izin Kuasai Jutaan Hektare, Warga Resah Ekosistem Terancam, Sungai Mengering, Banjir Meluas
Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan
Banjir Bertubi di Sumatera, Pemerintah Wacanakan Balikkan Lahan Sawit ke Hutan, Realistis atau Janji Biasa?