Ombudsman RI Desak Reformasi Tata Kelola Sawit, Bongkar Potensi Kerugian Rp279 Triliun Akibat Malaadministrasi

photo author
- Kamis, 23 Oktober 2025 | 18:55 WIB
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih saat peluncuran buku reformasi tata kelola sawit. (HukamaNews.com / Antara)
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih saat peluncuran buku reformasi tata kelola sawit. (HukamaNews.com / Antara)

HUKAMANEWS – Industri kelapa sawit yang selama ini dijuluki emas hijau ternyata menyimpan duri tajam di balik gemerlapnya angka ekspor.

Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengungkap masih banyak praktik malaadministrasi dalam tata kelola sektor sawit nasional yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp279,1 triliun per tahun.

Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, menyampaikan temuan tersebut dalam peluncuran buku “Sawit: Antara Emas Hijau dan Duri Pengelolaan” di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Dalam paparannya, Najih menekankan perlunya reformasi sistemik untuk menjadikan industri sawit lebih bersih, transparan, dan berkeadilan bagi publik.

Baca Juga: Kasus Lisa Mariana Makin Panas! Pemeriksaan oleh Bareskrim Polri Jumat Ini, Fakta Anak dan Ridwan Kamil Bakal Terungkap Jelas!

“Industri sawit adalah sektor strategis nasional, tapi masih dibayangi tumpang tindih lahan, perizinan yang lemah, dan konflik sosial yang berlarut. Akibatnya, potensi kerugian dan ketidakpastian hukum terus membesar,” ujar Najih.

Potensi Kerugian Triliunan Akibat Tumpang Tindih Lahan dan Perizinan

Dari hasil kajian sistemik Ombudsman, ditemukan tumpang tindih antara izin perkebunan sawit dan kawasan hutan seluas 3,22 juta hektare, melibatkan sekitar 3.200 subjek hukum.

Ironisnya, hanya 6 persen yang telah terselesaikan secara hukum.

Kondisi tersebut menyebabkan penundaan layanan hak atas tanah, penyusutan produktivitas lahan, hingga potensi kerugian mencapai Rp76,8 triliun per tahun.

Masalah berikutnya terletak pada aspek perizinan. Dari total 2,3 juta hektare perkebunan sawit rakyat, hanya 1,54 persen yang memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), dan 0,86 persen yang telah tersertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Baca Juga: Flagship Gahar dari Oppo! Find X9 Series Siap Go Global, Baterainya Super Jumbo dan Kamera 200MP, Siap Bikin Samsung Keringat Dingin

“Lemahnya sumber daya manusia di daerah dan sistem sertifikasi yang belum efektif memperburuk situasi,” ujar Najih. Akibatnya, penggunaan bibit non-standar dan rendahnya produktivitas menyebabkan kerugian tambahan sekitar Rp185,7 triliun per tahun.

Dualisme Regulasi dan Celah Manipulasi Ekspor

Selain lahan dan perizinan, Ombudsman juga menyoroti aspek tata niaga yang belum tertata rapi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jiebon

Sumber: Antara News

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X