“Selama pemerintahan bisa membahagiakan masyarakatnya, mencukupi kebutuhan rakyat, dalam bentuk apapun pemerintahan itu, maka ia akan berjalan dengan baik,” kata Ferry.
Ia bahkan mengibaratkan lemahnya tata kelola pemerintahan dengan tubuh yang memiliki sistem imun rapuh.
“Tanpa kinerja yang baik, berarti imunnya rendah. Kalau imunnya rendah, penyakitnya banyak. Seharusnya itu yang dipahami pemerintah,” tambahnya.
Pernyataan Ferry langsung memicu diskusi hangat di media sosial.
Sejumlah warganet menilai keberanian Ferry berbicara di tengah tekanan kasus yang menimpanya sebagai langkah berisiko namun penting.
Baca Juga: Bukan Sekadar Sita Harta, RUU Perampasan Aset Disebut Senjata Ampuh Memiskinkan Koruptor
“Dia bisa saja diam, tapi malah memilih bicara soal orang hilang. Ini harus diapresiasi,” tulis salah satu pengguna X (Twitter).
Namun, ada pula yang skeptis, mengingat posisinya kini sedang berhadapan dengan TNI. “Fokus dulu ke kasus pribadi, baru bicara isu besar,” komentar akun lain.
Menunggu Tanggapan Resmi TNI
Hingga artikel ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari pihak TNI terkait tuduhan terhadap Ferry maupun respons atas pernyataannya mengenai demonstran yang hilang.
Isu ini pun diperkirakan akan terus menguat seiring meningkatnya sorotan publik terhadap praktik penangkapan massal dan dugaan pelanggaran HAM.
Kehadiran suara-suara kritis seperti Ferry menunjukkan bahwa perdebatan tentang demokrasi, keamanan, dan hak warga negara masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Pertanyaannya kini: apakah suara-suara tersebut akan direspons dengan transparansi, atau justru berakhir dengan semakin banyaknya orang yang bungkam?***
Artikel Terkait
Kontroversi Ferry Irwandi dan TNI, Mahfud MD Bongkar Duduk Perkara
Mahfud MD Prediksi Reshuffle Kabinet Oktober: “Ini Negara, Bukan Warung Kopi”
Jokowi Pilih Irit Bicara soal Reshuffle, Janji Segera Temui Budi Arie
Tunjangan Rumah Rp 70 Juta, Potret Ironi DPRD DKI di Tengah Kesulitan Warga
Sidang Panas Praperadilan, Bambang Rudijanto Kakak Hary Tanoe Hadapi KPK Soal Skandal Bansos Rp200 Miliar