HUKAMANEWS - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kembali memicu keresahan di sejumlah daerah.
Masyarakat mengeluhkan beban pajak yang dinilai tidak sebanding dengan kondisi ekonomi saat ini.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun turun tangan, namun ia menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak punya kewenangan membatalkan keputusan daerah terkait PBB.
Gejolak akibat kenaikan PBB membuat sebagian warga merasa terbebani, terutama mereka yang berada di daerah dengan kondisi sosial ekonomi yang belum stabil.
Mendagri Tito menjelaskan, kewenangan penuh soal kebijakan pajak daerah berada di tangan pemerintah daerah, sesuai amanat Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
“Saya tidak bisa serta-merta membatalkan. Yang bisa saya lakukan adalah intervensi lewat surat edaran agar kepala daerah menyesuaikan besaran PBB dengan kondisi masyarakat,” kata Tito saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/8/2025) malam.
Menurutnya, kepala daerah wajib melihat kemampuan masyarakat sebelum menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Jika kondisi ekonomi masyarakat sedang lesu, kenaikan pajak justru bisa menambah beban hidup.
Ia juga mengingatkan pentingnya komunikasi publik agar masyarakat paham alasan di balik kebijakan.
“Sebelum menerapkan kebijakan itu, komunikasi publik kepada masyarakat harus dilakukan dengan baik. Saya pun sudah mengeluarkan surat edaran terkait hal itu,” tambah Tito.
Kendati demikian, Tito menekankan bahwa solusi praktis ada di tangan kepala daerah. Pemerintah daerah, menurutnya, bisa menunda atau bahkan membatalkan kenaikan PBB apabila memang dirasa tidak sesuai dengan kondisi masyarakat.
“Kalau keadaan ekonomi masyarakat tidak baik, ya jangan dipaksakan. Bisa ditunda atau dibatalkan. Itu langkah yang lebih bijak,” ujarnya.
Isu kenaikan PBB ini bukan kali pertama menuai protes. Sebelumnya, di beberapa daerah warga melakukan aksi keberatan, bahkan ada yang melayangkan protes terbuka melalui media sosial.
Sejumlah pakar kebijakan publik menilai, pemerintah daerah sebaiknya lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan fiskal agar tidak menimbulkan keresahan.
Artikel Terkait
Baru 5 Bulan Menjabat, Wali Kota Cirebon Langsung Hadapi Ledakan Protes Kenaikan PBB, Effendi Edo Janji ‘Rem’ Kebijakan Warisan Lama
Menkeu Sri Mulyani Dianggap Biang Kerok Sejumlah Daerah Mendadak Naikkan PBB Secara Drastis
Dihujani Demo Gegara PBB Naik 250 Persen, Begini Profil Lengkap Bupati Pati Sudewo mulai Karier, Harta Rp31 M, dan Rekam Kontroversi
Bukan Cuma Urusan PBB, Nasib 220 Karyawan RSUD Suwondo Pati Juga Jadi Jeritan Rakyat Pati Jawa Tengah
Mendagri Sebut 20 Wilayah Naikkan PBB, Pati dan Jepara Sudah Batalkan