“Kenaikan pajak memang penting untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah), tapi jangan sampai mengorbankan daya beli masyarakat,” ujar seorang pengamat fiskal.
Di sisi lain, banyak warga berharap ada kompromi antara pemerintah daerah dan masyarakat.
“Kami paham daerah butuh pemasukan, tapi harus realistis. Ekonomi kami saja masih terseok-seok,” ucap Agus, seorang warga di Jakarta Timur.
Kasus kenaikan PBB ini memperlihatkan betapa rentannya kebijakan pajak memicu gejolak jika tidak diimbangi dengan komunikasi publik dan pemahaman kondisi riil masyarakat.
Baca Juga: Setelah KPK Tetapkan 5 Tersangka, Mensos Saifullah Ancam: Tidak Ada Ampun untuk Koruptor!
Mendagri Tito memang tak bisa membatalkan, namun intervensinya melalui surat edaran dianggap cukup menjadi sinyal bahwa pemerintah pusat ikut memantau langkah pemerintah daerah.
Kini, bola panas ada di tangan kepala daerah. Apakah mereka akan tetap menaikkan PBB demi pendapatan daerah, atau menunda demi meringankan beban rakyatnya, masih menjadi pertanyaan yang menunggu jawaban.***
Artikel Terkait
Baru 5 Bulan Menjabat, Wali Kota Cirebon Langsung Hadapi Ledakan Protes Kenaikan PBB, Effendi Edo Janji ‘Rem’ Kebijakan Warisan Lama
Menkeu Sri Mulyani Dianggap Biang Kerok Sejumlah Daerah Mendadak Naikkan PBB Secara Drastis
Dihujani Demo Gegara PBB Naik 250 Persen, Begini Profil Lengkap Bupati Pati Sudewo mulai Karier, Harta Rp31 M, dan Rekam Kontroversi
Bukan Cuma Urusan PBB, Nasib 220 Karyawan RSUD Suwondo Pati Juga Jadi Jeritan Rakyat Pati Jawa Tengah
Mendagri Sebut 20 Wilayah Naikkan PBB, Pati dan Jepara Sudah Batalkan