Ia menyinggung adanya pergeseran kultur dari nilai gotong royong menuju arah individualisme dan kapitalisme yang terlalu kaku dalam menerjemahkan aturan pembayaran royalti.
“Kalau kita tafsirkan pasal ini secara letterlijk, maka yang paling kaya di Indonesia adalah W. R. Supratman. Apalagi menjelang 17 Agustus, seluruh rakyat menyanyikan Indonesia Raya,” ujar Arief dengan nada satir.
Pernyataan itu mengundang tawa ringan sekaligus menyentil realitas bagaimana regulasi bisa bertolak belakang dengan semangat kebangsaan jika tak dipahami dengan konteks yang tepat.
Munculnya uji materi ini sekaligus menjadi pengingat bahwa aturan hukum harus tetap berpijak pada nilai-nilai kebangsaan, bukan sekadar hitungan ekonomis semata.
Baca Juga: KPK Segera Umumkan Penyidikan Dugaan Korupsi Google Cloud dan Kuota Haji, Nadiem dan Yaqut Dipanggil
Penegasan dari Prof. Ramli dan diskusi yang berkembang di sidang MK memberi kepastian hukum bahwa menyanyikan atau memutar lagu Indonesia Raya bukanlah tindakan ilegal.
Sebaliknya, hal tersebut adalah bentuk penghormatan dan pembelajaran nilai kebangsaan yang tak seharusnya dibatasi dengan aturan royalti yang membebani.
Dalam semangat kemerdekaan, pemahaman ini menjadi penting agar tak ada lagi kekhawatiran atau salah kaprah di tengah masyarakat dalam mengekspresikan nasionalisme melalui lagu kebangsaan.***
Artikel Terkait
Upaya Diam-Diam KPK Pulangkan Buronan Kirana Kotama dari AS Lewat Jalur G2G, Kenapa Harus Hati-Hati?
KPK Bongkar Jurus Tannos Hindari Ekstradisi, Diduga Pakai Paspor Guinea-Bissau buat Lepas Status WNI
KPK Panggil Mantan Menag Yaqut soal Kuota Haji Khusus, Dugaan Pelanggaran UU Menguat
Jokowi Akui Perintahkan Impor Gula, Kenapa Hakim Tak Juga Panggil Bersaksi
Zara Yupita Azra Akui Tekan Aulia Mahasiswa PPDS Karena Dapat Operan Dari Senior