Kekhawatiran investor meningkat, karena perang dagang yang berlarut bisa memicu inflasi serta memperlambat pemulihan ekonomi global yang baru saja bangkit pasca krisis beberapa tahun terakhir.
Ketidakpastian juga membayangi hubungan dagang internasional dalam jangka menengah.
Dengan negara-negara mitra dagang yang mulai menyusun langkah balasan, kondisi ini bisa menciptakan siklus retaliasi tarif yang tidak produktif.
Bagi produsen dalam negeri AS sekalipun, lonjakan harga bahan baku akibat tarif bisa menciptakan tekanan baru pada biaya produksi dan harga jual.
Banyak pihak kini menanti langkah lanjutan dari pemerintahan Trump.
Apakah kebijakan ini akan dikaji ulang dalam forum internasional, atau justru menjadi pemicu eskalasi baru dalam konflik perdagangan global.
Satu hal yang pasti, keputusan ini menegaskan kembali bahwa Trump masih memegang teguh prinsip proteksionisme ekonomi seperti yang ia usung sejak awal.
Bagi para pelaku pasar, eksportir, dan pemimpin negara lain, perkembangan ini menjadi sinyal penting bahwa ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan global belum akan reda dalam waktu dekat.
Pertanyaannya kini, apakah kebijakan ini akan membawa keuntungan nyata bagi industri AS seperti yang diklaim Trump, atau justru membuka babak baru ketegangan ekonomi dunia yang tak kunjung usai.***
Artikel Terkait
Robert Francis Prevost Jadi Paus Leo XIV, Trump Ngaku Bangga dan Siap Bertemu dalam Momen Bersejarah
Dimediasi Amerika, Trump Umumkan India dan Pakistan Akan Segera Melakukan Gencatan Senjata Penuh
Trump Bertemu Presiden Suriah Ahmed al Sharaa Di Arab Saudi, Usai Trump Cabut Sanksi AS Terhadap Negara Itu
Disuguhi Secangkir Cup Kecil Kopi, Trump Tolak Minum Suguhan Putra Mahkota Mohammed bin Salman
Tiba di Uni Emirat Arab, Trump Disambut Tarian Al Ayyala, Dimana Puluhan Wanita Berbaju Putih Kibaskan Rambut Panjangnya ke Samping