HUKAMANEWS – Kurang dari sepekan, kantor redaksi Tempo menerima dua kiriman paket berisi bangkai hewan. Rentetan teror terbaru terhadap jurnalis ini pun semakin menimbulkan kekhawatiran ancaman terhadap kebebasan pers.
Kasus serangan yang dialami oleh jurnalis Tempo menurut Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Wisnu Prasetya Utomo, setidaknya ada dua alasan yang membuat serangan terhadap kebebasan pers terus berulang. Alasan pertama adalah praktik impunitas terhadap kasus-kasus serangan terhadap jurnalis.
“Jarang sekali ada tindakan hukum serius terhadap berbagai kekerasan terhadap jurnalis,” kata Wisnu, Sabtu, 22 Maret 2025.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Meja Komputer Terbaik untuk Produktivitas dan Gaming
Alasan kedua, menurut Wisnu, adalah normalisasi yang dilakukan oleh pejabat publik terhadap ancaman terhadap kebebasan pers. Bahkan, tidak jarang pejabat publik justru meremehkan dan tidak menganggap serius kasus-kasus tersebut.
“Karena tidak ada tindakan serius dan proses normalisasi tadi, aktor-aktor pelaku kekerasan menjadi lebih berani,” ujar Wisnu kembali.
Dalam riset yang dilakukan Dewan Pers pada 2024, skor Indeks Kebebasan Pers (IKP) berada di level 69,36 atau turun 2,21 poin dari yang sebelumnya 71,57. IKP Indonesia tercatat mengalami tren penurunan sejak tahun 2022.
Baca Juga: Gerakan Puasa Energi di Bulan Ramadan Berhasil Hemat 59.063 Jam & Selamatkan Puluhan Juta Rupiah
“Trennya dalam lima tahun terakhir buruk kondisi kemerdekaan pers di Indonesia,” kata Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tanjung.
Pada 2024, bahkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat ada 73 serangan terhadap jurnalis. Sementara itu, dari Januari hingga Maret 2025, AJI telah menerima dan memverifikasi total 20 kasus yang berkaitan dengan serangan ke jurnalis.
“(Pelaku serangan) paling tinggi itu kepolisian. Dalam setahun terakhir, sekarang trennya naik, menyusul itu adalah pelakunya tentara,” kata Erick menambahkan.
Baca Juga: Gerakan Puasa Energi di Bulan Ramadan Berhasil Hemat 59.063 Jam & Selamatkan Puluhan Juta Rupiah
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan tren penyerangan terhadap kebebasan pers tersebut sejalan dengan karakteristik pemerintah dan DPR yang semakin ugal-ugalan dalam menyusun kebijakan,
“Wataknya adalah kalau dikritik, bukan kemudian menerima dan menganggap baik. Tapi justru kritik itu dianggap sebuah ancaman, dianggap sebuah serangan, dianggap sebuah hal yang bisa mengganggu kekuasaan mereka,” ucap Isnur.
Artikel Terkait
Teror Kepala Babi di Kantor TEMPO: Alarm Serius bagi Kebebasan Pers di Indonesia
Teror Berlanjut! Setelah Kepala Babi, Redaksi Tempo Kini Dikirimi Bangkai Tikus
Saat Fedi Nuril Kecam Pernyataan Hasan Nasbi Soal Kepala Babi, Dukungan dan Simpatik Terus Mengalir ke Tempo
Usai Anggap Joke Pengiriman Kepala Babi oleh Hasan Nasbi, Tempo "Serang" Balik Kepala Kantor Komunikasi Istana Itu, Mau Melucu Lagi?
Bocor Alus Tempo Bongkar Hasan Nasbi Kena Omel Komandan dan Hapus Cuitannya di X, Tuding Masyarakat Sipil Penyebar Narasi Negatif dan Sebar Hoaks