Kenapa margin keuntungannya sebesar itu? Seolah-olah ada upaya untuk memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan situasi darurat pandemi.
Yang lebih mencengangkan lagi, dalam waktu singkat, harga APD sempat dinegosiasi turun oleh pihak BNPB, namun tetap saja nilainya sangat tinggi dibanding harga pasar.
Harmensyah (HM), mantan pejabat BNPB, berperan dalam negosiasi ini, dan harga APD yang tadinya US$ 60 per set diturunkan menjadi US$ 50.
Meski sudah ada penurunan harga, tetap saja masih ada permainan licik di balik layar yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Pada 27 Maret 2020, KPK mencatat bahwa terjadi pembayaran sebesar Rp 10 miliar dari bendahara BNPB ke rekening PT Permana Putra Mandiri.
Yang aneh, ketika pembayaran dilakukan, belum ada kontrak resmi ataupun surat pesanan yang sah.
Pembayaran berikutnya sebesar Rp 109 miliar dilakukan hanya sehari setelahnya, dan lagi-lagi tanpa kejelasan dokumen. Bukankah ini sangat mencurigakan?
Ternyata, penunjukan pejabat pembuat komitmen (PPK), Budi Sylvana, juga tidak lepas dari kecurangan.
Surat penunjukan tersebut dibuat backdate, atau dimundurkan tanggalnya untuk menyesuaikan dengan transaksi yang sudah terjadi.
Inilah trik kotor yang sering digunakan dalam kasus korupsi!
Seolah belum cukup, pada 24 Maret 2020, Kemenkes kembali mengeluarkan pesanan sebesar 5 juta set APD dengan harga yang kembali dinegosiasikan.
Surat pesanan ini ditandatangani oleh Budi Sylvana, Ahmad Taufik, dan Satrio Wibowo, namun surat ini penuh dengan ketidakjelasan.
Artikel Terkait
Rugikan Negara hingga Rp 371 miliar, 3 Mantan Petinggi Indofarma Terjerat Kasus Dugaan Korupsi!
Uang Rakyat Dirampok Lagi! KPK Bongkar Skandal Korupsi Rp20 Triliun, BPJS Diduga Terlibat!
Polisi Usut Dumas Pertemuan Misterius Wakil Ketua KPK dengan Terpidana Korupsi, Konspirasi atau Kebetulan?
Skandal CCTV, Proyek Canggih atau Ladang Uang Haram? Yudi Cahyadi dan Pejabat Bandung Terseret Korupsi Besar!
Heboh! Kejagung Gerebek KLHK, Bongkar Dugaan Korupsi Sawit 2016-2024, Siap-Siap Ada Pejabat Kena Skandal?