Mengapa Gempa Megathrust Nankai Jepang Menjadi Peringatan bagi Indonesia? Inilah Penjelasan dan Ancamannya!

HUKAMANEWS – Gempa bumi dan tsunami adalah bencana alam yang selalu mengintai negara-negara yang berada di sekitar cincin api Pasifik, termasuk Indonesia.

Salah satu kejadian terbaru yang menjadi perhatian dunia adalah gempa di zona Megathrust Nankai Jepang.

Gempa ini mengguncang Pulau Kyushu pada awal Agustus 2024, dengan kekuatan magnitudo 7,1, dan memicu kekhawatiran akan potensi tsunami yang dapat melanda kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Pentingnya kejadian ini bukan hanya karena besarnya kekuatan gempa tersebut, tetapi juga karena kemiripan karakteristik antara Megathrust Nankai dengan beberapa zona megathrust yang ada di Indonesia, seperti di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

Baca Juga: Jadi Ancaman Bencana Besar di Indonesia, Apa Sih Gempa Megathrust? Begini Penjelasan BMKG!

Para ahli di Indonesia melihat peristiwa ini sebagai peringatan nyata bahwa ancaman serupa bisa terjadi di tanah air.

Simak lebih dalam mengenai apa itu megathrust, mengapa gempa di Jepang bisa menjadi peringatan bagi Indonesia, dan apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapi ancaman yang mungkin terjadi di masa depan.

Kemiripan Megathrust Nankai Jepang dengan Indonesia

Megathrust Nankai terletak di selatan Jepang, merupakan salah satu zona subduksi yang sangat aktif di dunia.

Baca Juga: Greenfaith dan GPIB Paulus Jakarta, Kolaborasi Seru Bikin Ibadah Lebih Ramah Lingkungan dan Alam Tetap Terjaga!

Pada 8 Agustus 2024, gempa berkekuatan magnitudo 7,1 mengguncang Pulau Kyushu di Jepang, yang berasal dari Megathrust Nankai.

Kejadian ini kembali mengingatkan kita bahwa gempa besar dapat terjadi kapan saja di zona megathrust.

Menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, gempa di Megathrust Nankai ini seharusnya menjadi peringatan serius bagi Indonesia.

"Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap 'Seismic Gap'," ujarnya.

Baca Juga: Terjadi Kasus Perudungan Parah, Kemenkes RI Tutup Program Pendidikan Anestesi Universitas Diponegoro Semarang