Terlebih lagi, kata Xu, pemerintah China merasa perundingan dengan AS tidak membuahkan hasil berarti, kesabaran mereka juga sudah mulai habis.
"(China) telah mempersiapkan diri untuk memutus hubungan lebih lanjut dengan AS," kata Xu, menambahkan bahwa pemutusan hubungan nantinya tidak cuma perdagangan, tetapi juga di bidang teknologi, keuangan, dan bahkan pertukaran budaya.
"Di bawah fragmentasi strategis dan ekonomi ini, saya pikir China dan AS sedang bersiap-siap menghadapi paradigma Perang Dingin di masa depan," katanya.
Baca Juga: Australia Pilih Kejar Kepentingan Nasional Ketimbang Gabung Dengan China
AS tetap kenakan tarif 104% terhadap China, tetapi bersedia berunding dengan negara lain
Berbagai data menunjukkan bahwa China siap memutus hubungan dagang dengan AS, karena sejak perang dagang 2018, China telah mendiversifikasi pasar ekspor dan impor mereka.
Data Hutong Research menunjukkan bahwa AS saat ini hanya mencakup 15 persen dari ekspor China, atau 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) China.
Sementara itu, data Hutong menunjukkan banyak impor dari AS yang bisa digantikan oleh negara lain, misalnya minyak dari Timur Tengah, gas dari Australia, mesin dari Eropa dan pangan dari Amerika Latin.
"China masih sangat bergantung pada AS untuk pengadaan semikonduktor. Tapi pembatasan yang berlaku saat ini sudah memaksa perusahaan-perusahaan China untuk mengupayakan pengadaan secara mandiri," tulis Hutong.
Lye Liang Fook, seorang senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura, mengatakan China juga pastinya berharap langkah tegas mereka bisa ditiru oleh negara-negara lain yang dikenakan tarif oleh Trump.
"Tetapi sepertinya negara-negara lain tidak akan langsung melakukan pembalasan atau memilih bernegosiasi lebih dulu dengan Amerika sembari mempertimbangkan aksi pembalasan," kata dia.
Selain melancarkan tarif balasan, China juga mengajukan gugatan terhadap tarif dagang AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Rabu pekan ini.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan tarif tambahan oleh AS sebesar 50 persen adalah "kesalahan di atas kesalahan" dan menyebut tindakan Trump itu sebagai "perundungan",
Zhang Zhiwei, presiden dan kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, mengatakan bahwa berbagai langkah ini membuat China berhasil mengirimkan sinyal yang jelas, bahwa mereka tegas mempertahankan pendirian soal kebijakan perdagangan.