Sejumlah analis menyebut bahwa penggunaan istilah “Perang” bisa memberi sinyal agresif di tengah ketegangan global, terutama terhadap negara-negara pesaing Amerika.
Di sisi lain, para pendukung Trump menilai langkah ini sejalan dengan citra dirinya sebagai presiden yang berani mengambil keputusan tidak populer.
Pertanyaan besar kini mengarah pada sikap Kongres. Apakah lembaga legislatif akan menolak, mendukung, atau membiarkan perubahan nama ini berjalan secara de facto lewat perintah presiden?
Keputusan Trump mengganti nama Departemen Pertahanan menjadi Departemen Perang bukan hanya soal kata-kata.
Langkah ini mencerminkan upayanya untuk membentuk kembali identitas militer Amerika sekaligus menegaskan posisinya di panggung politik domestik dan global.
Apapun respon Kongres nantinya, satu hal yang pasti: perubahan ini sudah menggemparkan publik dan memperlihatkan bagaimana gaya kepemimpinan Trump yang khas, penuh kontroversi namun sarat simbol politik.
Bagi pendukungnya, ini adalah bentuk keberanian untuk menegaskan kembali kekuatan militer AS.
Namun bagi pengkritiknya, perubahan ini bisa menjadi simbol retorika agresif yang berisiko memperburuk citra Amerika di mata dunia.
Artikel Terkait
Awalnya Setuju Gencatan Senjata yang Dimediasi Anwar Ibrahim, Tak Lama Thailand Tolak Mentah-mentah "Damai" dengan Kamboja
Kapal Bantuan Sipil Handala yang Membawa Aktivis dan Makanan ke Gaza Diserang Brutal Israel, Dua Warga Australia Ikut Diculik
Tak Pedulikan Aksi Warga Skotlandia yang Protes Kedatangan Dirinya, Trump dan Anaknya Asyik Main Golf, Terlihat Trump Piawai Meski Usianya Uzur
Mahathir Mohamad Turun ke Jalan di Usia 100 Tahun, Pimpin Demo Desak Anwar Ibrahim Mundur
Sebelum Terjadinya Gempa yang Disebut Paling Terkuat Sejak 1952 di Rusia, Kemunculan 5 Paus Putih Beluga Jadi Pertanda Bakal Terjadinya Gempa Tsunami