Sengketa Perbatasan Thailand dan Kamboja Lebih dari Satu Dekade, Ketika Perancis Memetakan Perbatasan Darat Kini Panas Kembali

photo author
- Jumat, 25 Juli 2025 | 18:59 WIB
Pecah konflik Kamboja Thailand yang sudah berlangsung satu dekade (Ist)
Pecah konflik Kamboja Thailand yang sudah berlangsung satu dekade (Ist)

Kamboja membantah telah memasang ranjau darat baru.

Kamboja pada dasarnya adalah negara satu partai.
Negara ini diperintah oleh pemimpin otoriter Hun Sen selama hampir empat dekade, sebelum ia menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Hun Manet, pada tahun 2023.

Hun Sen kini menjabat sebagai presiden senat dan tetap sangat berkuasa di negara tersebut.

Ia mungkin berusaha memperkuat posisi putranya dengan mengobarkan nasionalisme, kata Matt Wheeler, analis senior di International Crisis Group, yang menambahkan bahwa Hun Manet "memerintah di bawah bayang-bayang ayahnya dan tidak memiliki basis kekuatan yang independen".

Yang lain mencatat bahwa perselisihan ini dapat menjadi pengalih perhatian yang baik dari masalah ekonomi.

Baik Kamboja maupun Thailand menghadapi prospek tarif AS sebesar 36% mulai 1 Agustus.

Thailand sedang dilanda periode ketidakstabilan politik, dengan perdana menterinya, Paetongtarn Shinawatra, diskors dari jabatannya dan partainya dituduh gagal bertindak cepat dalam sengketa perbatasan.

Baca Juga: Hakim Pengadilan Sebut Hasil Penyidikan KPK, Hasto Tak Merintangi Penyidikan Harun Masiku

Paetongtarn, putri mantan pemimpin berpengaruh Thaksin Shinawatra, menghadapi kritik keras atas penanganannya terhadap krisis perbatasan setelah rekaman percakapannya dengan Hun Sen bocor.

Ia terdengar memanggil Hun Sen "paman" dan mengatakan bahwa jika ada yang diinginkan Hun Sen, ia akan "mengurusnya".

Paetongtarn juga melontarkan komentar yang meremehkan seorang komandan militer senior Thailand yang merongrong institusi yang sangat berkuasa di Thailand, dan yang sering mengintervensi politik.

Rekaman panggilan telepon tersebut sangat merugikan Paetongtarn, karena Hun Sen dikenal sebagai teman lama keluarganya, dan para kritikus menuduhnya lebih mengutamakan koneksi pribadi daripada kepentingan negaranya.

Partainya, Pheu Thai, "berada dalam situasi yang sangat rapuh saat ini", kata Tita Sanglee, seorang peneliti di ISEAS–Yusof Ishak Institute.

"Mereka tidak punya banyak pilihan selain mengikuti keinginan militer."

Pemerintah mungkin merasa bahwa mengambil sikap yang lebih tegas dapat kembali mendapatkan dukungan publik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Keikei Utari

Sumber: theguardian

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X