Gugatan di Swiss sendiri telah menjadi sorotan internasional. Dua perwakilan warga, Asmania (50) dan Edi (41), akan hadir langsung di Pengadilan Distrik Zug pada 3 September 2025. Mereka menilai Holcim, sebagai salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia, ikut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang membuat Pulau Pari kian terancam tenggelam.
Parid menambahkan, langkah hukum ganda ini menunjukkan konsistensi warga dalam memperjuangkan keadilan iklim. “Dari Swiss hingga Jakarta, warga Pulau Pari sedang menunjukkan kepada dunia bahwa krisis iklim adalah persoalan nyata yang harus ditangani serius. Gugatan ini bukan hanya soal Pulau Pari, melainkan juga masa depan pesisir Indonesia,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum warga dari LBH Jakarta menegaskan, penerbitan PKKPRL untuk reklamasi melanggar asas kelestarian lingkungan dan berpotensi menimbulkan kerugian serius bagi ekosistem laut. Reklamasi disebut akan mempersempit ruang tangkap nelayan serta memperparah abrasi yang sudah terjadi di sejumlah titik Pulau Pari.
“Jika reklamasi terus berjalan, maka pulau yang sudah kecil ini akan semakin rapuh menghadapi gelombang dan kenaikan permukaan laut. Padahal, pemerintah seharusnya melindungi ruang hidup warga, bukan mengorbankannya demi kepentingan bisnis,” ujar salah satu pengacara LBH Jakarta.
Kini, seluruh mata tertuju pada proses hukum ini, baik di Swiss maupun di Indonesia. Warga Pulau Pari berharap perjuangan mereka akan membawa perubahan nyata, tidak hanya demi kelangsungan hidup di pulau kecil mereka, tetapi juga demi terwujudnya keadilan iklim yang lebih luas bagi masyarakat pesisir di seluruh Indonesia.***