climate-justice

Isra Mi’raj dan Pesan Ekologis Ibadah Salat

Minggu, 26 Januari 2025 | 06:00 WIB
Ilustrasi: Sholay di padang tandus. ibadah salat sebagai buah dari perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw., mengandung pesan ekologis yang relevan dengan kehidupan kita yang dikepung beragam krisis ekologis dan atau krisis iklim.

 Baca Juga: Hening Parlan Raih Planet Award 2024, Inspirasi Hijau Indonesia untuk Dunia

Salat juga menegaskan bahwa manusia memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan alam atau lingkungan hidup yang menjadi rumah besar bagi seluruh makhluk hidup, termasuk dirinya. Hubungan erat itu dapat dilihat dari ketergantungan manusia yang sangat tinggi terhadap berbagai sumber daya alam yang menyediakan sumber pangan dan air untuk menopang kehidupannya. 

Dengan demikian, jika salat menegaskan alam begitu penting bagi kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya, maka salat juga melarang kita untuk melakukan kerusakan di alam ini karena akan menghancurkan keseimbangan kehidupan yang telah dirancang dengan sangat sempurna oleh Allah swt. 

Parid Ridwanuddin, Pengurus GreenFaith Indonesia

Hubungan erat manusia dan berbagai makhluk hidup lainnya dengan alam digambarkan oleh Badiuzzaman Said Nursi, seorang ulama dari Turki, laksana sebuah huruf yang tidak memiliki makna apapun jika tidak dihubungkan dengan huruf-huruf yang lain. “Huruf itu tidak menunjukkan makna pada dirinya sendiri,” ungkap Nursi. Sebuah huruf, baru akan memiliki makna dan dipahami jika dihubungkan dengan huruf-huruf lainnya.

Keberadaan manusia ibarat satu huruf diantara hamparan huruf-huruf lainnya di alam ini. Eksistensi manusia tidak akan memiliki makna apapun jika tidak dihubungkan dengan eksistensi berbagai makhluk lainnya yang terdapat di alam ini.

Baca Juga: Hati-hati Terhadap Botol Plastik! Paparan Sinar Matahari Bisa Melepaskan Bahan Kimia Beracun

Implikasi Praksis 

Melalui makna ekologis yang terkandung di dalamnya, salat seharusnya berhasil mencegah pelakunya dari berbuat kerusakan (al-fasad) di muka bumi. Dalam konteks ini, ayat Alqur’an yang menyebut salat mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar (QS. Al-‘Ankabut [29]: 45), harus dipahami sebagai satu pesan penting bahwa perbuatan keji dan munkar, termasuk berbuat kerusakan sangat terlarang karena bertentangan dengan fitrah manusia dan perintah agama. 

Lebih jauh, salat wajib dijadikan spirit perlawanan terhadap berbagai bentuk krisis yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, khususnya kebijakan ekonomi dan politik serta pilihan pembangunan yang mengekstraksi dan mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas. Para pelaku salat seyogyanya memiliki pandangan kritis terhadap berbagai kebijakan atau regulasi yang disusun untuk melegitimasi beragam praktik perusakan alam. 

Jika salat mengajarkan hubungan yang erat antara manusia dan alam, maka para pelakunya harus melihat bahwa berbagai kerusakan yang terjadi di planet bumi adalah buah dari hancurnya hubungan erat tersebut. Hancurnya hubungan manusia dan alam antara lain terjadi karena manusia hari ini menganut paham antroposentrisme yang melihat dirinya terpisah dari alam dan menganggap manusia sebagai pusat dari alam semesta.

 Baca Juga: Para Perampok yang Bersembunyi di Balik Atribut Kekuasaan

Para pelaku ibadah salat juga wajib melawan paham skeptisisme lingkungan yang melihat berbagai bencana dan krisis lingkungan hidup yang terjadi di planet ini sebagai bagian dari cara alam memulihkan dirinya. Paham ini dikembangkan oleh untuk “membersihkan” dosa ekologis banyak perusahaan besar yang terbukti merusak lingkungan hidup dan mendorong krisis iklim semakin parah. Oleh karena itu, pandangan semacam ini sangat keliru karena memisahkan manusia dan alam sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. 

Dengan demikian, salat bukan hanya ibadah ritual yang yang memiliki makna spiritual dan atau pesan sosial, tetapi juga memiliki pesan ekologis, dimana pelakunya wajib terlibat dalam berbagai upaya penyelamatan planet bumi.***

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB