RUU Keadilan Iklim, Tanggung Jawab Negara yang Tak Bisa Ditunda

photo author
- Kamis, 23 Januari 2025 | 07:00 WIB
Ilustrasi. Walhi mendesak DPR untuk segera membahas RUU Keadilan  Iklim
Ilustrasi. Walhi mendesak DPR untuk segera membahas RUU Keadilan Iklim

 

HUKAMANEWS GreenFaith - Di tengah ancaman perubahan iklim yang kian nyata, desakan terhadap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim semakin kuat.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memandang RUU ini sebagai langkah strategis untuk mengamankan masa depan lingkungan hidup, masyarakat adat, dan keanekaragaman hayati Indonesia. Tidak hanya untuk memenuhi janji-janji internasional, RUU ini juga menjadi simbol tanggung jawab negara terhadap warganya.

Dalam peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2025 pada 16 Januari 2025, Mukri Friatna, Direktur Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, menyoroti pentingnya RUU Keadilan Iklim agar dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan tidak hanya berhenti sebagai wacana.

Baca Juga: Ketidakdewasaan Elite Politik Indonesia yang Mengakar

Ia mengingatkan pengalaman pahit masa lalu, di mana usulan perlindungan masyarakat adat hanya menjadi daftar tanpa pernah dibahas lebih lanjut.

“Kami berharap DPR bisa seperti DPD yang mendukung penuh usulan masyarakat dan lingkungan. Jangan sampai usulan ini justru diabaikan oleh DPR,” tegas Mukri.

RUU Keadilan Iklim, menurut Mukri, tidak semata-mata berfokus pada lingkungan. Lebih dari itu, RUU ini mengharuskan pemerintah mematuhi konvensi internasional terkait penurunan emisi gas rumah kaca. Langkah ini penting untuk memastikan komitmen Indonesia tidak hanya menjadi janji, tetapi diwujudkan melalui kebijakan konkret.

Baca Juga: Turun Harga Rp2 Juta, Samsung Galaxy A54 5G Smartphone dengan Fitur Mewah, Cek Keunggulan dan Kekurangan di Sini

Perlindungan Masyarakat Adat dan Sumber Daya Alam

Mukri menekankan pentingnya RUU ini untuk melindungi masyarakat adat yang kerap menjadi korban eksploitasi sumber daya alam. Ia mencontohkan kasus suku Togutil di Maluku dan suku Anak Dalam di Jambi yang terpinggirkan dari ruang hidup mereka akibat kebijakan yang lebih berpihak kepada korporasi.

“Undang-undang konservasi harus melindungi hutan sekaligus masyarakat yang bergantung pada sumber daya tersebut,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan pemerintah untuk tidak membuat klausul yang mengkriminalisasi masyarakat adat sementara korporasi justru mendapat kemudahan izin di kawasan konservasi.

Baca Juga: Review ASUS Zenbook 14 OLED, Laptop Premium dengan Layar 3K dan Performa Tangguh

Selain mendesak legislasi RUU Keadilan Iklim, Mukri juga menyoroti dampak destruktif dari industri pertambangan yang kerap kali diabaikan. Meski proyek food estate dapat menyebabkan deforestasi, kerusakan akibat pertambangan jauh lebih parah dan sering kali bersifat permanen.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X