climate-justice

Isra Mi’raj dan Pesan Ekologis Ibadah Salat

Minggu, 26 Januari 2025 | 06:00 WIB
Ilustrasi: Sholay di padang tandus. ibadah salat sebagai buah dari perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw., mengandung pesan ekologis yang relevan dengan kehidupan kita yang dikepung beragam krisis ekologis dan atau krisis iklim.

HUKAMANEWS GreenFaith - Isra Mi’raj bukan hanya perjalanan spiritual Nabi Muhammad Saw., tetapi juga momentum refleksi mendalam bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di bumi ini. Dari peristiwa agung tersebut, lahirlah kewajiban salat, yang tidak hanya menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta, tetapi juga dengan alam semesta sebagai manifestasi keagungan-Nya. 

Parid Ridwanuddin, Pengurus Green Faith Indonesia dan Anggota Bidang Politik Sumber Daya Alam LHKP PP Muhammadiyah, mempunyai tulisan menarik tentang hal tersebut. Berikut catatan lengkapnya:

***

PERISTIWA Isra Mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad Saw., memiliki makna yang sangat dalam. Secara historis, umat Islam telah memperingatinya dalam kurun waktu yang sangat panjang guna mereguk pelajaran berharga bagi kehidupan yang senantiasa dipenuhi tantangan. Dalam konteks ini, ibadah salat sebagai buah dari perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw., mengandung pesan ekologis yang relevan dengan kehidupan kita yang dikepung beragam krisis ekologis dan atau krisis iklim, baik dalam skala nasional maupun global. 

Salat merupakan salah satu ibadah ritual yang sangat penting di dalam ajaran Islam. Kitab suci Alquran menyebut kata salat (Arab: shalat) sebanyak 83 kali. Sementara itu, kata-kata yang diderivasi dari kata shalat disebutkan sebanyak 124 kali. Secara kebahasaan, salat memiliki sejumlah makna, diantaranya “berdoa” dan “hubungan”. Makna etimologis “hubungan” yang terkandung dalam kata salat terambil dari kata shilat atau shilah yang memiliki akar kata yang sama dengan shalat, yaitu shad-lam-wau.

Kata shilat atau shilah mengingatkan kita pada kata silaturahmi dalam bahasa Indonesia, yang diambil dari bahasa Arab shilaturahmi. Maknanya, menghubungkan tali kasih sayang karena manusia merupakan satu keluarga yang berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Adam dan Hawa.

Baca Juga: Drill, Baby, Drill dan Pengkhianatan AS Terhadap Perjanjian Paris

Di dalam berbagai kitab fiqh, salat didefinisikan sebagai suatu bentuk ibadah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., dengan rukun dan syarat yang ditentukan, dalam bentuk ucapan dan perbuatan untuk menyembah Allah Swt., yang dimulai dengan takbiratul ihram serta diakhiri dengan salam.

Salat dapat dihayati dengan makna “hubungan” karena menjadi media yang menghubungkan antara hamba dengan Allah swt. Lebih Jauh, salat juga menghubungkan antara manusia dengan alam yang merupakan manifestasi-Nya.

Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibn Arabi, seorang sufi agung kelahiran Murcia, Andalusia menulis makna salat dengan sangat memikat. Di dalam kitab Fushusul Hikam (halaman 224), beliau menjelaskan bahwa salat menggambarkan gerakan kosmik yang melambangkan gerak alam dari ketiadaan menuju keberadaan. Gerakan di dalam salat terdiri dari tiga kelompok, yaitu: gerakan vertikal, saat sedang berdiri; gerakan horizontal, saat sedang melakukan rukuk; dan gerakan menurun, saat sedang dalam keadaan sujud.

 Baca Juga: Kelompok Miskin di Tengah Krisis Iklim, Rentan dan Terlupakan

Lebih jauh, Ibnu Arabi menjelaskan, ketiga gerakan salat tersebut menggambarkan bentuk-bentuk utama kehidupan di alam ini. Gerakan vertikal dalam salat melambangkan gerak manusia yang berdiri tegak. Gerakan horizontal melambangkan gerak berbagai hewan yang berjalan dengan posisi tubuh horizontal. Dan gerakan menurun saat bersujud melambangkan gerakan pepohonan, tumbuhan, tanaman dan benda-benda abiotik lainnya. 

Dapat ditambahkan, gerakan dinamis dalam salat yang digambarkan dengan gerakan turun dan naik melambangkan gerakan dinamis air, udara, dan api sebagai elemen penting bagi keseimbangan kehidupan di alam ini. 

Pada titik ini, penjelasan Ibnu Arabi membantu kita memahami, salat merupakan hubungan antara hamba dengan Allah, pada satu sisi, dan hubungan antara hamba dengan alam, pada sisi yang lain. Dengan kata lain, orang yang melakukan ibadah salat pada hakikatnya sedang melakukan pertemuan dengan Allah sekaligus dengan alam yang merupakan manifestasi dari keberadaan-Nya.

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB