HUKAMANEWS Greenfaith - Perubahan iklim kini tak lagi sekadar isu lingkungan, tetapi telah menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan dunia usaha.
Laporan terbaru dari World Economic Forum (WEF) menyebutkan bahwa sektor usaha global diperkirakan akan kehilangan hingga 7 persen pendapatan tahunannya pada 2035.
Sektor-sektor seperti energi, utilitas, dan telekomunikasi disebut sebagai yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Namun, peluang besar juga menanti bagi mereka yang mampu beradaptasi dan berinovasi di tengah tantangan ini.
World Economic Forum dalam laporan yang dirilis 11 Desember 2024 mengungkapkan betapa mendesaknya upaya untuk mengatasi risiko perubahan iklim.
Penundaan aksi nyata disebut bisa memicu disrupsi serupa dengan pandemi Covid-19, yang pernah mengguncang stabilitas ekonomi global.
Skenario terburuknya, aset perusahaan-perusahaan besar bisa tergerus hingga 560-610 miliar dolar AS akibat panas ekstrem dan bencana perubahan iklim lainnya.
Selain itu, perusahaan padat energi menghadapi tekanan besar dari regulasi yang semakin ketat, menambah daftar tantangan yang harus dihadapi.
Meski demikian, WEF menawarkan optimisme dengan menyebut pasar hijau sebagai peluang emas di tengah ancaman ini.
Diperkirakan, nilai pasar hijau akan tumbuh dari 5 triliun dolar AS pada 2024 menjadi 14 triliun dolar AS pada 2030.
Industri energi alternatif, transportasi berkelanjutan, dan produk ramah lingkungan diprediksi menjadi sektor dengan pertumbuhan paling pesat.
Bagi para pemain awal di sektor ini, peluang meraih keunggulan kompetitif dan profitabilitas jangka panjang sangat terbuka lebar.