Iman, Ekologi, dan Keadilan Energi: Jalan Islam untuk Bumi Berkelanjutan

photo author
- Jumat, 12 September 2025 | 20:18 WIB
Hening Parlan, National Coordinator GreenFaith Indonesia, saat hadir sebagai pembicara dalam acara Workshop Session bertajuk “Islam and the Environment: Faith in Action” yang digelar Katadata Green, MOSAIC, dan GreenFaith Indonesia, di Jakarta, Kamis (11/9/2025)
Hening Parlan, National Coordinator GreenFaith Indonesia, saat hadir sebagai pembicara dalam acara Workshop Session bertajuk “Islam and the Environment: Faith in Action” yang digelar Katadata Green, MOSAIC, dan GreenFaith Indonesia, di Jakarta, Kamis (11/9/2025)

 

HUKAMANEWS GreenFaith – Menjaga lingkungan dan mendukung keadilan energi bukan semata soal kebijakan publik atau wacana aktivisme. Bagi umat Islam, hal itu juga merupakan ibadah sekaligus amanah sebagai khalifah di bumi.

Pesan inilah yang ditegaskan dalam Workshop Session bertajuk “Islam and the Environment: Faith in Action” yang digelar Katadata Green, MOSAIC, dan GreenFaith Indonesia, sebagai bagian dari rangkaian acara Katadata SAFE 2025 di Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Pertemuan tersebut menghadirkan Hening Parlan, National Coordinator GreenFaith Indonesia, sebagai pembicara. Diskusi dimoderatori oleh Elok Faiqotul Mutia, Associate Campaign Director Purpose sekaligus Kepala Divisi Komunikasi MOSAIC. Keduanya juga terlibat dalam penyusunan buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan bersama Muhammadiyah.

“Sebagai umat Islam, manusia merupakan khalifah fil ard. Maka kita tidak boleh bertindak merusak, karena kita adalah kepanjangan tangan Allah dalam memuliakan bumi,” ujar Hening dalam pemaparannya.

Baca Juga: Lentera Perubahan dari Keberagaman, Spiritualitas sebagai Energi Merawat Bumi

Ia mengingatkan, Rasulullah SAW menekankan kasih sayang terhadap seluruh makhluk ciptaan Allah, termasuk pohon, sungai, tumbuhan, hingga hewan. Kesadaran ekologis itu, menurutnya, selaras dengan prinsip menjaga amanah yang diwariskan kepada manusia.

Hening menambahkan, membaca dan merefleksikan fenomena alam adalah kewajiban seorang khalifah. Dari hujan, angin, laut, hingga matahari, manusia dapat menyerap pelajaran dan mengembangkan inovasi, termasuk dalam menciptakan energi terbarukan.

“Kita bisa belajar langsung dari ayat-ayat Al Quran tentang tanda-tanda kebesaran Allah, yang sekaligus mendorong lahirnya gagasan energi bersih,” katanya.

Menyemai Kesadaran Kolektif

Elok Faiqotul Mutia mengajak agar teks ajaran agama dimaknai lebih luas dan aktual.

“Kita bisa mendiskusikan dan memperdalam ajaran agama tentang lingkungan dalam forum-forum keagamaan, seperti pengajian atau khutbah yang disampaikan para ustadz, ustadzah, maupun pemimpin agama,” tuturnya.

Menurutnya, keterlibatan tokoh agama penting untuk memperluas jangkauan pesan keberlanjutan. Dengan cara ini, kesadaran kolektif umat dapat tumbuh dan bertransformasi menjadi aksi nyata di tingkat komunitas.

Baca Juga: Kuota Haji Rp1 Triliun Diduga Dijual? KPK Periksa Mantan Sekjen Kemenag Era Yaqut hingga Dicecar Soal SK Misterius

Hening pun mencontohkan perjuangan Rasulullah SAW dalam membangun jamaah melalui dakwah yang istiqomah dan konsisten.

“Demikian juga dalam aksi lingkungan. Kita perlu istiqomah, fokus pada isu utama, mengembangkan kegiatan praktis, dan terus menyiarkannya. Tidak perlu terburu-buru, yang penting konsisten dalam melangkah,” ucapnya.

Mutia menambahkan, organisasi besar seperti Muhammadiyah dan ’Aisyiyah memiliki kekuatan sumber daya untuk memperluas gerakan lingkungan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X