Agama, Alam, dan Kapitalisme: Refleksi Islam atas Krisis Ekologis Global

photo author
- Kamis, 31 Juli 2025 | 06:00 WIB
Roy Murtadho, pendiri Pesantren Ekologi Misykat al Anwar  saat menyampaikan materi di hadapan peserta Green Youth Quake yang diselenggarakan oleh Greenfaith Indonesia, Enter Nusantara, dan Pesantren Ekologi Misykat al Anwar pada Jumat, 25 Juli 2025.
Roy Murtadho, pendiri Pesantren Ekologi Misykat al Anwar saat menyampaikan materi di hadapan peserta Green Youth Quake yang diselenggarakan oleh Greenfaith Indonesia, Enter Nusantara, dan Pesantren Ekologi Misykat al Anwar pada Jumat, 25 Juli 2025.

Menurutnya, ayat-ayat dalam Al-Qur’an sebagian besar lahir dari situasi konkret dan peristiwa duniawi. Maka, menjaga alam adalah bagian dari iman, dan krisis ekologi adalah panggilan spiritual untuk bertindak.

Ekonomi atau Ekologi: Harus Memilih?

Dalam sesi diskusi, muncul pertanyaan: bisakah ekonomi dan ekologi berjalan berdampingan?

Roy menjawab lugas: hanya jika kita mau mendefinisikan ulang ekonomi, bukan sebagai pertumbuhan tak terbatas, tetapi sebagai bagian dari jaringan kehidupan yang utuh.

Ia menyindir bahwa jejak ekologis manusia sering lebih panjang dari usia biologisnya.

“Kita bisa mati, tapi dosa ekologis tetap hidup dalam bentuk plastik, limbah, dan kerusakan yang kita tinggalkan.”

Saatnya Menginjak Rem

Diskusi ditutup dengan kutipan Walter Benjamin yang menohok: “Kita sedang berada di kereta yang melaju kencang, dan kita harus segera mengambil alih kendali dan menginjak rem.”

Roy mengajak peserta untuk tidak lagi memisahkan iman dari perjuangan lingkungan. Karena hari ini, iman tanpa aksi ekologis hanyalah retorika.

Acara Green Youth Quake berlangsung selama lima hari mulai dari 25 – 29 Juli 2025 di Pesantren Ekologi Misykat al Anwar, Dramaga, Kabupaten Bogor. Diikuti oleh 30 pemuda-pemudi Muhammadiyah dan Nahdkatul Ulama dari 8 provinsi, acara ini menyadarkan kita bahwa perubahan iklim dan kerusakan alam bukan sekadar tantangan sains dan teknologi. Ia adalah soal iman, sistem, dan keberanian untuk berkata tidak pada model pembangunan yang mengorbankan bumi demi keuntungan sesaat.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X