Reboisasi dan rehabilitasi ekosistem laut seperti terumbu karang dan mangrove disebut sebagai langkah krusial. Namun Jatna menekankan bahwa upaya ini harus dilakukan secara berkelanjutan dan strategis, bukan sebatas proyek seremonial.
Ia juga mendorong ekowisata berbasis biodiversitas sebagai solusi simultan antara pelestarian dan pembangunan ekonomi. Burung endemik seperti cenderawasih kini menjadi primadona pengamat burung dunia. Tahun 2019, pasar wisata pengamatan burung menghasilkan 96 miliar dolar AS. Indonesia bisa jadi magnet utama—jika serius.
Tak kalah penting, Indonesia harus membangun sistem prediksi iklim yang akurat, terutama untuk sektor rentan seperti pertanian dan kesehatan. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci, bukan pilihan.
Tahun 2050, menurut jurnal Nature, bisa menjadi penanda suram: satu juta spesies punah jika kita gagal mengendalikan suhu bumi. Indonesia bisa jadi episentrum kehancuran—atau pemimpin global dalam konservasi dan restorasi biodiversitas.
“Biodiversitas bukan hanya soal lingkungan. Ia adalah nyawa ekonomi, kesehatan, ketahanan pangan, bahkan stabilitas sosial kita,” tegas Jatna.***
Artikel Terkait
Bangun Harmoni Lintas Iman, GPIB dan Eco Bhinneka Muhammadiyah Perkuat Kolaborasi Lingkungan
Mengejutkan! Indonesia Punya 22 Ekosistem yang Bisa Selamatkan Dunia dari Perubahan Iklim
Janji Tinggal Janji, PLTU Batu Bara Justru Bertambah, Transisi Energi Jalan di Tempat
Bayang-bayang Korupsi di Balik Proyek Energi, KPK Diminta Dalami Proyek PLTU Cirebon 2, Bos Hyundai Terseret Kasus Suap
Dari Untirta, GreenFaith dan Pemerintah Serukan Kesadaran Iklim