HUKAMANEWS GreenFaith — Semangat menjaga bumi dan membangun kerukunan lintas iman menjadi benang merah dalam kunjungan 40 pendeta dari 15 provinsi Indonesia ke Eco Bhinneka Muhammadiyah. Kunjungan yang berlangsung pada Jumat, 23 Mei 2025 ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Pendidikan Oikumene Keindonesiaan (POK) GPIB Angkatan II, yang diselenggarakan Majelis Sinode GPIB.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan, menyampaikan pentingnya membangun kesadaran spiritual ekologis sebagai fondasi perdamaian dan kerukunan. Menurut Hening, kerusakan lingkungan yang terus berlangsung bisa memicu konflik sosial dan mengganggu harmoni antarumat beragama.
“Jika lingkungan rusak, perdamaian pun akan sulit tercapai. Maka, menjaga bumi bukan sekadar isu ekologis, tapi juga spiritual dan sosial,” ujar Hening yang juga Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia.
Eco Bhinneka Muhammadiyah sendiri merupakan program kolaboratif yang sejak 2021 aktif di empat wilayah: Pontianak, Ternate, Surakarta, dan Banyuwangi. Gerakan ini mengajak komunitas lintas iman untuk terlibat dalam pelestarian lingkungan hidup sebagai wujud penguatan kerukunan dan perdamaian.
Dalam paparannya, Hening menggarisbawahi pentingnya tiga relasi dalam ajaran Islam: hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Ketiganya, menurutnya, saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Kerusakan pada salah satu aspek akan merusak keseluruhan harmoni kehidupan.
Pendeta Manuel Raintung, Ketua 2 Majelis Sinode GPIB, menyambut baik pertemuan ini sebagai lanjutan dari kerja sama yang telah dijalin sejak tahun lalu. Ia menyampaikan bahwa GPIB telah berkomitmen menjadi Gereja Ramah Lingkungan sejak 2023 dan kini tengah memperkuat gerakan Eco Church di berbagai wilayah.
“Gereja kami mendorong perubahan gaya hidup, seperti makan secukupnya dan menghindari plastik sekali pakai. Kami juga membentuk Satuan Tugas Gereja Ramah Lingkungan, melibatkan anak-anak sebagai bagian dari pendidikan sejak dini,” ujar Pendeta Manuel.
Ia juga menambahkan, GPIB menghentikan penggunaan air kemasan dalam kegiatan gereja dan tengah merancang rumah ibadah yang ramah lingkungan, termasuk kawasan bebas asap rokok.
Pertemuan ini menjadi momen strategis untuk memperkuat sinergi antarorganisasi keagamaan dalam menghadapi tantangan lingkungan hidup. Kolaborasi antara GPIB, Eco Bhinneka Muhammadiyah, dan GreenFaith Indonesia akan dilanjutkan melalui program pemberdayaan masyarakat, pendidikan lingkungan berbasis rumah ibadah, hingga pengelolaan hutan dan energi terbarukan.
“Beragam peluang kolaborasi terbuka luas. Kita bisa kembangkan desa binaan, rumah ibadah ramah lingkungan, dan program bersama lainnya,” pungkas Hening.
Pertemuan ini menjadi bukti bahwa dialog lintas iman tidak berhenti di ruang diskusi, tapi menjelma menjadi kerja bersama yang nyata bagi keberlanjutan bumi dan masa depan Indonesia yang lebih damai dan adil.***
Artikel Terkait
Dari Dusun Sangurejo Kita Belajar, Peran Agama dalam Mendorong Aksi Lingkungan yang Nyata
Jadi Negara Pertama Larang Deforestasi Hutan, Norwegia Tunjukkan Komitment Lindungi Lingkungan Tanpa Ganggu Ekonomi
Desa Krandegan Purworejo Buktikan Panel Surya Bisa Gantikan BBM Solar untuk Pengairan Sawah, Petani Untung Besar dan Lingkungan Lestari
‘Crazy Ustadz’ dan Mimpi Besar Ananto Isworo Mewujudkan Masjid Hijau Brajan
Suhu Global Capai Rekor Tinggi, Keadilan Iklim Jadi Tuntutan Mendesak