Namun, dalam satu dekade terakhir, cuaca yang tidak menentu menyebabkan penurunan hingga 70% hasil tangkapan ikan.
Kondisi ini mendorong pergeseran sumber penghasilan dari sektor laut ke manufaktur, jasa, dan perdagangan yang pada akhirnya melibatkan lebih banyak perempuan dalam peran ekonomi.
Sayangnya, di tengah peran penting mereka, pengakuan terhadap hak-hak perempuan pesisir sering kali masih minim.
Konsep “Hak atas Kota” sebenarnya bisa menjadi jalan keluar untuk memperbaiki situasi ini.
Hak atas kota menekankan pentingnya rekognisi, representasi, dan partisipasi kelompok marginal, termasuk perempuan dalam kebijakan perkotaan, khususnya terkait keadilan iklim.
Artinya, perempuan pesisir punya hak untuk hidup di lingkungan yang sehat, aman, dan inklusif.
Mereka juga berhak atas akses yang setara terhadap sumber daya, hak milik atas tanah, dan tempat tinggal yang layak di tengah tekanan urbanisasi yang makin tinggi.
Keadilan iklim bagi perempuan bukan hanya soal meredam dampak bencana, tapi juga memperkuat daya tawar mereka dalam pembangunan kota.
Ketika perempuan dilibatkan secara aktif dalam diskusi dan pengambilan keputusan, maka solusi yang dihasilkan akan jauh lebih inklusif dan berdampak jangka panjang.
Krisis iklim seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan siapa yang paling terdampak dan siapa yang paling sering diabaikan.
Baca Juga: Perbedaan Adaptasi vs Mitigasi Perubahan Iklim, Beda Tipis Tapi Dampaknya Bisa Menyelamatkan Hidup
Jika kota dan kebijakan iklim kita masih belum mempertimbangkan suara perempuan pesisir, maka itu bukanlah kota yang adil.
Kini saatnya beralih dari sekadar “adaptasi iklim” menuju transformasi sosial yang lebih adil—dimulai dari pengakuan bahwa perempuan pesisir tidak bisa terus menanggung beban sendirian.
Karena kota yang benar-benar tangguh adalah kota yang memberi tempat setara bagi semua warganya.***
Artikel Terkait
Nuzulul Quran dan Pesan Al-Qur'an, Kenali Istilah Ekologis yang Bisa Ubah Cara Kita Menjaga Bumi
Mengenal Santo Fransiskus dari Assisi, Ajarannya Tentang Alam Bisa Ubah Cara Pandangmu Tentang Lingkungan Hidup
Saatnya Masjid Jadi Garda Terdepan Aksi Iklim, Gerakan Hijau Dimulai dari Sini
Sangurejo dan Revolusi Hijau dari Mimbar, Ketika Framing Agama Jadi Motor Aksi Lingkungan
Tanpa Teknologi, Masyarakat Adat Ternyata Punya Cara Ampuh Jaga Bumi, Saatnya Kita Belajar dari Mereka untuk Solusi krisis iklim