HUKAMANEWS GreenFaith – Di tengah eksploitasi alam yang semakin masif, perempuan justru menjadi benteng terakhir dalam mempertahankan kelestarian hutan. Dalam tulisannya, Perempuan dan Hutan: Spiritualitas yang Menyatukan Kehidupan dalam Menghadapi Krisis Lingkungan, Hening Parlan, Direktur GreenFaith Indonesia, menyoroti bagaimana spiritualitas lintas agama menggerakkan perempuan untuk melawan penghancuran hutan. Mereka tidak hanya menghadapi korporasi rakus dan kebijakan abai, tetapi juga menantang sistem yang terus menyingkirkan suara mereka. Perempuan bukan sekadar korban, mereka adalah kekuatan perlawanan.
Simak catatan lengkapnya:
***
DI TENGAH krisis lingkungan yang semakin mengkhawatirkan, suara perempuan sering kali terdengar lirih, namun nyatanya, mereka adalah penjaga hutan yang paling gigih. Perempuan tidak hanya berperan dalam lingkup domestik, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kelestarian alam. Keterikatan mereka dengan hutan tidak hanya bersifat ekologis, tetapi juga spiritual. Inilah yang membuat perjuangan mereka begitu kuat dan menginspirasi.
Hutan bukan sekadar kumpulan pohon atau sumber daya alam yang bisa dieksploitasi. Dalam berbagai tradisi agama dan kepercayaan, hutan dipandang sebagai ruang suci yang harus dijaga. Dalam Hindu dan Buddha, hutan adalah tempat pertapaan dan refleksi diri. Dalam Islam dan Kristen, alam adalah amanah yang harus dirawat. Sementara itu, kepercayaan lokal seperti adat Dayak di Kalimantan atau Marind di Papua menganggap hutan sebagai "ibu" yang memberikan kehidupan.
Spiritualitas ini menjadi kekuatan yang menggerakkan perempuan untuk melindungi hutan. Bagi mereka, hutan bukan hanya tentang kayu atau hasil bumi, tetapi juga tentang identitas, budaya, dan keberlanjutan hidup. Ketika industri ekstraktif seperti tambang dan perkebunan skala besar mengancam keberlanjutan hutan, perempuan sering kali menjadi barisan pertama yang menolak perusakan tersebut. Mereka tidak hanya melawan dengan aksi fisik, tetapi juga dengan doa, ritual, dan nilai-nilai spiritual yang mendalam.
Perempuan sebagai Pelindung Hutan
Di banyak komunitas adat, perempuan memegang peran penting dalam mengelola hasil hutan secara lestari. Mereka memahami siklus alam, menjaga keberagaman hayati, dan memastikan bahwa hutan tetap memberikan manfaat bagi generasi mendatang. Ketika hutan terancam, perempuanlah yang pertama kali merasakan dampaknya. Mereka yang harus berjalan lebih jauh untuk mencari air ketika sumber air tercemar. Mereka yang harus bekerja lebih keras ketika tanah kehilangan kesuburannya.
Namun, di balik penderitaan itu, perempuan justru bangkit sebagai kekuatan perubahan. Kita bisa melihat contoh nyata dalam perjuangan petani Kendeng di Jawa Tengah, yang menolak tambang semen demi kelestarian lingkungan. Atau kisah perempuan adat Dayak di Kalimantan yang melawan deforestasi akibat ekspansi sawit. Mereka tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga kearifan lokal dan ajaran agama sebagai landasan moral dalam menjaga lingkungan hidup.
Ketika perempuan berbicara tentang hutan, mereka tidak hanya bicara soal pohon dan tanah, tetapi juga tentang identitas dan keberlanjutan hidup. Spiritualitas lintas agama menjadi kekuatan moral yang menginspirasi perlawanan terhadap eksploitasi alam. Doa, ritual, dan nilai-nilai keagamaan memberi mereka kekuatan untuk menghadapi tekanan dari korporasi dan pemerintah yang sering kali abai terhadap kelestarian lingkungan.
Di beberapa daerah, perempuan membentuk komunitas berbasis spiritualitas untuk memperjuangkan lingkungan. Mereka tidak hanya melakukan aksi protes, tetapi juga menanam kembali hutan, mendidik anak-anak tentang pentingnya alam, dan membangun ekonomi berbasis ekologi yang lebih berkelanjutan. Spiritualitas mereka mengajarkan bahwa hutan bukan hanya milik manusia, tetapi juga milik generasi mendatang dan makhluk lain yang hidup di dalamnya.
Hutan adalah Rumah, Perempuan adalah Penjaganya
Hutan adalah cerminan dari kehidupan itu sendiri. Ia bukan hanya sekumpulan pohon yang berdiri tegak, tetapi juga ruang di mana manusia dan alam saling berinteraksi, saling memberi, dan saling melindungi. Perempuan, dengan segala keterbatasan dan kekuatannya, telah menjadi penjaga hutan yang tak kenal lelah. Mereka tidak hanya melindungi hutan dengan tangan mereka, tetapi juga dengan hati dan spiritualitas yang mendalam.
Karena itu, peran perempuan dalam menjaga hutan harus mendapat pengakuan lebih luas. Negara dan masyarakat harus mendukung gerakan ini dengan kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan. Pendidikan, akses terhadap sumber daya, dan perlindungan terhadap perempuan pejuang lingkungan harus menjadi prioritas.
Artikel Terkait
Ramadhan Hijau, Saatnya Beribadah Sambil Menjaga Lingkungan
Menjaga Lingkungan Sebagai Bagian dari Iman, Solusi Berbasis Kepercayaan untuk Indonesia
Timbulsloko Hilang Ditelan Laut! Bukti Nyata Krisis Iklim yang Mengancam Ribuan Desa Pesisir
Rahasia Leluhur Sunda dalam Menjaga Alam, Pesan Kuno yang Bisa Selamatkan Lingkungan Hari Ini!
Menggalang Kolaborasi Lintas Agama untuk Perlindungan Hutan Tropis dan Masyarakat Adat di Indonesia