HUKAMANEWS GreenFaith - Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Ketergantungan mereka pada orang dewasa menjadikan mereka tidak hanya sebagai korban, tetapi juga pewaris dari dampak krisis iklim yang semakin nyata.
Dalam acara Refleksi COP29 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan UNICEF Indonesia, pada akhir Desember 2024, fokus pada perlindungan anak-anak dari dampak krisis iklim menjadi isu utama.
Laksmi Dhewanthi, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLH, menyampaikan bahwa perubahan iklim tidak lagi hanya menjadi isu lingkungan, tetapi juga krisis yang memengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan ekologis. Bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor, sebagaimana yang terjadi di Sukabumi baru-baru ini, mengganggu kesehatan, pendidikan, dan ketahanan ekosistem.
Baca Juga: iPhone SE 4 Bakal Jadi iPhone 16E? Desain Modern ala iPhone 14, Kamera 48 MP, dan USB-C Menanti!
"Anak-anak menghadapi risiko yang lebih besar akibat kurangnya akses terhadap sanitasi, makanan, perawatan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan dari bahaya," ujar Laksmi. Dengan situasi tersebut, anak-anak tidak hanya membutuhkan perlindungan, tetapi juga partisipasi dalam menghadapi perubahan iklim.
Pada COP21 di Paris, negara-negara penandatangan Perjanjian Paris sepakat bahwa perubahan iklim adalah masalah bersama yang harus diselesaikan dengan menghormati hak asasi manusia, termasuk hak anak. Komitmen ini diintegrasikan oleh Indonesia dalam Nationally Determined Contributions (NDC) yang diperbarui, dengan menjadikan anak-anak sebagai salah satu pertimbangan utama untuk mencapai ketahanan sosial dan penghidupan.
Laksmi menegaskan pentingnya pengembangan mekanisme partisipasi masyarakat yang melibatkan kelompok rentan, termasuk anak-anak. Partisipasi ini tidak hanya memberikan suara kepada generasi muda, tetapi juga menjadikan mereka bagian integral dari solusi iklim.
Baca Juga: Guru Maunya Ujian Nasional Seperti Ini Lho Kedepannya
Keputusan COP29 dan Implikasinya bagi Anak-Anak
Dalam COP29 yang baru saja berlangsung di Baku, Azerbaijan, dua keputusan penting berkaitan langsung dengan anak-anak. Pertama, indikator adaptasi global yang menyoroti pentingnya perhatian pada anak-anak. Kedua, keputusan terkait Warsaw International Mechanism for Loss and Damage yang menegaskan perlunya perwakilan anak-anak dalam pengambilan keputusan.
Dukungan UNICEF terhadap analisis lanskap iklim untuk anak-anak Indonesia, yang dikenal sebagai Climate Landscape Analysis for Children (CLAP), merupakan langkah konkret untuk memastikan kebutuhan anak-anak terakomodasi dalam kebijakan perubahan iklim.
Laksmi mengatakan, melibatkan anak-anak dalam strategi pengembangan perubahan iklim tidak hanya merupakan tanggung jawab moral, tetapi juga investasi untuk masa depan yang lebih baik. Hasil kajian CLAP diharapkan menjadi pedoman bagi pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil dalam mengintegrasikan hak anak dalam kebijakan iklim.
"Kolaborasi antara pemerintah, UNICEF, dan berbagai pihak lainnya adalah kunci untuk membangun ketahanan sistem yang lebih baik bagi anak-anak dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di masa depan," kata Laksmi.
Artikel Terkait
Bumi Rusak karena Ulah Kita? Profesor IPB Bongkar Rahasia Alquran soal Perubahan Iklim yang Tak Pernah Kita Sadari
Fakta Mengejutkan! Ternyata Laki-Laki Lebih Paham Perubahan Iklim, Tapi Perempuan Lebih Beraksi Peduli Lingkungan
Tuvalu Terancam Tenggelam! Sidang ICJ Soal Perubahan Iklim Bisa Jadi Penentu Nasib Dunia
Survei: Kenapa Isu Lingkungan Masih Jadi 'Anak Tiri' bagi Umat Islam? Ini Fakta dan Dilema yang Harus Tahu!
Cuan Dunia Usaha Terancam! Perubahan Iklim Bisa Gerus Pendapatan, WEF Tawarkan Peluang Pasar Hijau yang Menggiurkan