Membangun Keadilan Iklim yang Bermakna, Partipasi Publik Jadi Kunci

photo author
- Jumat, 29 November 2024 | 21:49 WIB
Perkampungan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terendam banjir rob pada Senin 6 Mei 2024. Banjir rob hanyalah salah satu dari banyak bukti nyata dampak perubahan iklim.
Perkampungan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terendam banjir rob pada Senin 6 Mei 2024. Banjir rob hanyalah salah satu dari banyak bukti nyata dampak perubahan iklim.

 Baca Juga: Ancam Mogok Massal! Pengemudi Ojol Protes Keras Kebijakan Bahlil Terkait Subsidi BBM Dicabut, Dinilai Tidak Adil

Partisipasi Publik: Kunci yang Masih Tertutup 

Sayangnya, partisipasi publik di Indonesia kerap menjadi formalitas belaka. Bivitri Susanti, Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), menyoroti bahwa dalam banyak kasus, kelompok rentan tidak benar-benar dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Misalnya, proses pembuatan UU Cipta Kerja yang bermasalah atau pengabaian suara masyarakat dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang justru memperparah dampak iklim. 

“Walaupun secara prosedural tampak legal, partisipasi ini tidak sungguh-sungguh mencerminkan keadilan,” ujar Bivitri. 

Siti Rakhma Mary Herwati dari YLBHI menambahkan bahwa ketimpangan kuasa dan privilese bagi industri ekstraktif menjadi akar dari ketidakadilan iklim. Masyarakat yang terdampak, seperti di kawasan Pantura dan Manado, sering kali menghadapi pencemaran, penggusuran, hingga kriminalisasi ketika mereka menyuarakan protes.

Baca Juga: Australia Larang Anak Dibawah 16 Tahun Main Medsos, TikTok, Meta, dan Snapchat Protes Keras! 

Membangun Keadilan Iklim yang Bermakna 

Keadilan iklim hanya bisa terwujud jika pemerintah membuka ruang partisipasi publik yang inklusif, terutama bagi kelompok rentan. 

Parid Ridwanudin menekankan pentingnya mendorong lahirnya Undang-Undang Keadilan Iklim sebagai dasar hukum untuk memastikan kebijakan yang adil dan berorientasi pada pengurangan ketimpangan. 

Hal ini juga menjadi prioritas Koalisi Keadilan Iklim, yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil seperti WALHI, Yayasan Pikul, dan IESR. 

“Keadilan iklim bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga isu pembangunan yang menempatkan manusia, terutama kelompok rentan, sebagai pusat perhatian,” kata Parid.

 Baca Juga: Firli Bahuri Kirim Surat Resmi ke Kapolri dan DPR Minta Hentikan Penyidikan Kasus Pemerasan

Dengan keadilan, adaptasi dan mitigasi iklim akan saling mendukung. Tanpa itu, krisis iklim hanya akan memperbesar ketimpangan, menjadikan kelompok rentan semakin terpinggirkan. 

Perubahan iklim adalah tantangan global, tetapi solusinya dimulai dari keberpihakan lokal. Keterlibatan masyarakat dalam kebijakan adalah kunci agar perubahan iklim tidak hanya menjadi isu lingkungan, tetapi juga jalan menuju keadilan sosial. Karena di tengah krisis ini, tidak ada yang boleh tertinggal.*** 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X